Rabu, 06 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DEMAN BERDARAH DENGUE (DBD)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT DEMAN BERDARAH DENGUE (DBD)

A.    DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

B.     ETIOLOGI.
1.      Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2.      Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).
C.     PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala, dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi (komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1.      Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a dan C 5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2.      Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia hebat dan perdarahan.
3.      Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin Degradation Product (FDP).
D.    TANDA DAN GEJALA
1.      Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2.      Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat (Ngastiyah, 1995 ; 349).
3.      Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4.      Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya menunjukan prognosis yang buruk.
E.     KLASIFIKASI.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
1.      Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2.      Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3.      Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt),  tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 → 90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4.      Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.
F.      PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1.      HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal    :           - HB                =          L : 12,0 – 16,8 g/dl.
                                                                              P : 11,0 – 15,5 g/dl.
-    PCV /Hm     =          L : 35 – 48 %.
                                                                              P : 34 – 45 %.
2.      Trombosit menurun £ 100.000 / mm3.
Nilai normal    :           L          : 150.000 – 400.000/mm3.
P          : 150.000 – 430.000/mm3.
3.      Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal    :           L/P      : 4.600 – 11.400/mm3.
4.      Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal    :           1 – 5 menit.
5.      Waktu protombin memanjang.
Nilai normal    :           10 – 14 detik.
G.    PENATALAKSANAAN.
                           Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1.      Tirah baring atau istirahat baring.
2.      Diet makan lunak.
3.      Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4.      Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling sering digunakan.
5.      Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.
6.      Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen.
7.      Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8.      Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9.      Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10.  Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20  30 ml/kg BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12  48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a.       Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi.
b.      Hematokrit yang cenderung mengikat.
H.    PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu :
1.      Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2.      Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3.      Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a.       Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu tertentu.
b.      Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A.    PENGKAJIAN.
1.      Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat  musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2.      Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3.      Riwayat Kesehatan.
a.       Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b.      Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c.       Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.
d.      Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e.       Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).
4.      Acitvity Daily Life (ADL)
1)      Nutrisi                            : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2)      Aktivitas                        : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3)      Istirahat, tidur                :  Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4)      Eliminasi                        :  Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5)      Personal hygiene            :  Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.
5.      Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a.       Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1)      Grade I            : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi lemah.
2)      Grade II          : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3)      Grade III         : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4)      Grade IV         : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b.      Kepala dan leher.
1)      Wajah     : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2)      Mulut      : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3)      Hidung   : Epitaksis
4)      Tenggorokan                  : Hiperemia
5)      Leher      : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.
c.       Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi             : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi            : Suara paru pekak.
Auskultasi       : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d.      Abdomen (Perut).
Palpasi       : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e.       Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi                        : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri                         : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f.       Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I              : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III    : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV           : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
6.      Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a.         Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b.        Trambositopenia (≤100.000/ml).
c.         Leukopenia.
d.        Ig.D. dengue positif.
e.         Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan hiponatremia.
f.         Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g.        Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h.        SGOT/SGPT mungkin meningkat.
B.     DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat timbul pada klien dengan DHF adalah :
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme. Ditandai oleh :
a.       Konvulsi.
b.      Kulit kemerahan.
c.       Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d.      Kejang.
e.       Takikardi.
f.       Takipnea.
g.      Kulit terasa hangat.
2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
a.       Perubahan status mental.
b.      Penurunan tekanan darah.
c.       Penurunan tekanan nadi.
d.      Penurunan volume nadi.
e.       Penurunan turgor kulit.
f.       Penurunan turgor lidah.
g.      Pengeluaran haluaran urine.
h.      Penurunan pengisian vena.
i.        Membrane mukosa kering.
j.        Kulit kering.
k.      Peningkatan hematokrit.
l.        Peningkatan suhu tubuh.
m.    Peningkatan frekuensi nadi.
n.      Peningkatan konsentrasi urine.
o.      Penurunan berat badan tiba-tiba.
p.      Haus.
q.      Kelemahan
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
a.       Kram abdomen.
b.      Nyeri abdomen.
c.       Menghindari makanan.
d.      Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e.       Kerapuhan kapiler.
f.       Diare.
g.      Kehilangan rambut berlebihan.
h.      Bising usus hiperaktif.
i.        Kurang makanan.
j.        Kurang informasi.
k.      Kurang minat pada makanan.
l.        Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m.    Kesalahan konsepsi.
n.      Kesalahan informasi.
4.      Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a.       kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
5.      Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
a.       Perilaku hiperbola.
b.      Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c.       Ketidakakuratan melakukan tes.
d.      Perilaku tidak tepat.
e.       Pengungkapan masalah.
C.     INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1.      Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Mempertahankan suhu tubuh normal.
Ø  KH :
·         Suhu tubuh antara 36 – 370C.
·         Membrane mukosa basah.
·         Nyeri otot hilang.
a.       Ukur tanda-tanda vital (suhu).
b.      Berikan kompres hangat.
c.       Tingkatkan intake cairan.
a.       Suhu 38,90C-41,10C menunjukkan proses penyakit infeksi akut.
b.      Kompres hangat akan terjadi perpindahan panas konduksi.
c.       Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat evaporasi.
2.      Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Kebutuhan cairan terpenuhi.
Ø  KH :
·         Mata tidak cekung.
·         Membrane mukosa tetap lembab.
·         Turgor kulit baik.
a.       Observasi tanda-tanda vital paling sedikit setiap tiga jam.
b.      Observasi dan cata intake dan output.
c.       Timbang berat badan.
d.      Monitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam.
a.       Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi dan takikardia.
b.      Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya / perbaikan perpindahan cairan, dan respon terhadap terapi.
c.       Mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal.
d.      Mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit.
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Kebutuhan nutrisi adekuat.
Ø  KH :
Berat badan stabil atau meningkat.
a.       Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi.
b.      Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering secara bertahap.
c.       Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama.
d.      Pertahankan kebersihan mulut klien.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
a.       Mengganti kehilangan vitamin karena malnutrisi/anemia.
b.      Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan.
c.       Mengawasi penurunan berat badan.
d.      Mulut yang bersih meningkatkan selera makan dan pemasukan oral.
e.       Jelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit.
4.      Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Perfusi jaringan perifer adekuat.
Ø  KH :
·         TTV stabil.
a.       Kaji dan catat tanda-tanda vital.
b.      Nilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
a.       Penurunan sirkulasi darah dapat terjadi dari peningkatan kehilangan cairan mengakibatkan hipotensi.
b.      Kondisi kulit dipengaruhi oleh sirkulasi, nutrisi, dan immobilisasi.
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi
Tujuan
Rencana
Rasional
Ø  Klien mengerti dan memahami proses penyakit dan pengobatan.
a.       Tentukan kemampuan dan kemauan untuk belajar.
b.      Jelaskan rasional pengobatan, dosis, efek samping dan pentingnya minum obat sesuai resep.
c.       Beri pendidikan kesehatan mengenai penyakit DHF.
a.       Adanya keinginan untuk belajar memudahkan penerimaan informasi.
b.      Dapat meningkatkan kerjasama dengan terapi obat dan mencegah penghentian pada obat dan atau interkasi obat yang merugikan.
c.       Dapat meningkatkan pengetahuan pasien dan dapat mengurangi kecemasan.
D.    IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1.      Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien demam.
2.      Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk mengatasi masalah klien.
E.     EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan (Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a.       Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b.      Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c.       Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
d.      Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e.       Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f.       Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
g.      Infeksi tidak terjadi.
h.      Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i.        Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA
Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.
Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC ; Jakarta.