Rabu, 06 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT POLISITEMIA


 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT POLISITEMIA

A.      KONSEP DASAR PENYAKIT
1.      Definisi
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly (banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang, yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui pembuluh darah terhalang dan aliran kapilar tertutup. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang, seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.
2.      Epidemiologi
Kelainan ini paling sering ditemukan pada usia 50-an. Pria terkena sedikit lebih banyak dibandingkan wanita. Dewasa muda juga terkena kelainan ini. Polisitemia merupakan kelainan sel induk kronal. Massa sel darah merah tinggi dan separuh pasien memiliki jumlah trombosit dan/atau sel darah putih yang meningkat; 40% memiliki kelainan kariotipe sumsum tulang.
3.      Etiologi
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya (eritropoetin serum, 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkta secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera didpati peninggian konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat tercapai. 49% pada wanita (kadar Hb 16 mg/dL) dan 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan.
4.      Faktor Predisposisi
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko lidah polisitemia berkembang:
a.      Umur.
Menurut, Paru, dan Darah Institute, National Heart polycythemia lidah lebih sering terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dari 60. Ini jarang terjadi pada orang muda dari 20.
b.      Sex lidah polisitemia
Mempengaruhi laki-laki lebih sering daripada wanita.
c.       Sejarah keluarga.
Dalam beberapa kasus, vera polycythemia tampaknya berjalan dalam keluarga, menunjukkan bahwa faktor genetik lain selain JAK2 dapat menyebabkan penyakit.
5.      Patofisiologi
Mekanisme terjadinya polisitemia disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan, terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada penderita polisitemia, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu,  proses eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.
Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi platelet penderita polisitemia menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal. Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya,sel induk darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya(eritropoetinserum, 4 mU/mL).
Hal ini jelas membedakannya dari eritrositois atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis(wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat),biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arterial rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen ateiral rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mengsekresi eritropoetin.
Didalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia didapati peninggian nilai hematrokit yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap plasmadapat mencapai. 49% pada wanita (kadar Hb. 16 mg/dL) dan 52% pada pria (kadar 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit > 6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasiklonal sel induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang berlebihan.

6.      Klasifikasi
            Ada 3 jenis utama polisitemia yaitu:
a.    Polisitemia Vera (Polisitemia Primer)
Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari polisitemia sekunder. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera) ditandai dengan peningkatan jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah merah, dan dan diyakini sebagai awal terjadinya abnormalitas Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera) ditandai dengan peningkatan jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah merah, dan dan diyakini sebagai awal terjadinya abnormalitas Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang melekat.
1)   Tanda dan Gejala
Pada tahap awal, polisitemia vera biasanya tidak menimbulkan gejala apapun. Namun, seiring dengan proses bertambah banyaknya sel darah merah, ada beberapa gejala yang bisa dikenali seperti :
a)    Sakit kepala
b)   Kepala serasa berputar
c)    Gatal-gatal, terutama ketika sedang mandi air panas
d)   Muncul tanda merah pada kulit
e)    Susah bernafas atau nafas pendek-pendek
f)    Susah bernafas, terutama ketika sedang dalam posisi berbaring
g)   Sakit pada dada
h)   Perasaan terbakar atau lemas dibagian tangan, kaki, atau lengan
i)     Perasaan kembung atau eneg di perut sebelah kiri
j)     Cepat lelah
k)   Susah bicara secara mendadak. Ini bisa jadi akibat pembuluh darah ke otak sudah tersumbat, sehingga mengakibatkan stroke.
l)     Penglihatan terganggu/ganda
m) Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh.
n)   Mengalami masalah ingatan
b.   Polisitemia Sekunder
Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
c.    Polisitemia Relatif (‘stres’)
Polisitemia ‘stres’ atau pseudo-polisitemia, adalah akibat penyusutan volume plasma. Volume sel darah total normal. Keadaan ini lebih umum dari polisitemia vera. Paling banyak terjadi khusus pada laki-laki umur pertengahan dan dapat disertai oleh problem kardivaskular, misalnya ikshemia miokard atau TIA (transient ischaemic attacks) otak. Jika bersamaan dengan hipertensi ini dinamakan sindroma Gaisbock. Terapi deuritik dan merokok berat sering bersamaan. Nilai setiap bentuk pengobatan khusus belum ditentukan tetapi percobaan demngan venaseksi berulang dengan atau tanpa pergantian plasma sedang dikembangkan
7.      Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasanya muncul pada polisitemia adalah sebagai berikut :
a.       Muka kemerah-merahan (pletora), gambaran pembuluh darah di kulit atau selaput lendir, dan kongjungtiva hiperemia sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
b.      Hiperviskositas yang menyebabkan penurunan aliran darah, sehingga terjadi hipoksia jaringan dengan manifestasi klinik: sakit kepala, dizziness, vertigo, tinnitus, gangguan penglihatan, stroke, angina pektoris, infark miokardium, dan klaudikasio.
c.       Manifestasi perdarahan (10-20% penderita): epistaksis, perdarahan traktus gastrointestinal (ulkus peptikum), serta abnormalitas faktor pembekuan V dan XII.
d.      Manifestasi trombosis arteri dan vena: gangguan serebrovaskular, infark miokardium, infark paru-paru, trombosis vena mesentrika, hepatika, dan deep vein thrombosis.
e.       Splenomegali.
f.       Hepatomegali.
g.      Pruritus urtikaria.
h.      Gout.
8.      Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan yang pertama dilakukan ketika pasien datang adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk melihat apakah pasien datang dalam keadaan kompos mentis atau tidak, melihat apakah pasien datang tampak sakit ringan atau berat. Pada kasus yang didapatkan dijelaskan bahwa hasil pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:
a.      Pemeriksaan fisik: Kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis, pemeriksaan lainnya dalam batas normal. Hasil lab: Hb: 19g/dL. Ht: 65%, Trombosit: 60.000, Leukosit: 28.000, Eritrosit: 6.000.000, Retikulosit: 2.5%.
Pada penyakit polisitemia vera biasanya akan didapatkan kelainan fisik sebagai berikut:
a.       Muka penderita akan terlihat merah. Disekitar kulit muka, leher, telinga dan selaput lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan  di kedua mata, konjungtiva pasien akan terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari pembuluh darah. Dapat terlihat adanya perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena retina yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan.
b.       Inspeksi lidah dapat dilakukan untuk melihat apakah terdapat sianosis sentral.
c.        Pemeriksaan sistem kardiovaskular lebih baik dilakukan untuk memastikan apakah terdapat pembesaran jantung yang disertai bising sistolik.
d.      Pemeriksaan sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda penyakit paru kronik yang disertai dengan ronkhi basah.
e.       Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari apakah terdapat pembesaran limpa (splenomegali) atau tidak. Pada penderita polisitemia vera dapat ditemukan pembesaran limpa serta pembesaran hepar. Pembesarannya bersifat keras dan tidak terdapat nyeri tekan.
9.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Eritrosit
Peningkatan >6 juta/mL, dan sediaan apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat transisi kea rah metaplasia mieloid.
b.      Granulosit, meningkat pada 2/3 kasus polisitemia, berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi dapat sampai 60.000/mL.
c.       Trombosit, berkisaran antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat . 1 juta/mL sering didapatkan dengan morfologi trombosit yang abnormal.
d.      B12 serum
B12 serum dapat meningkat pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus, dan UBBC meningkat pada > 75% kasus polisitemia.
e.        Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk diagnostic, kecuali bila ada kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi SST menunjukkan peningkatan selularitas.
f.       Peningkatan Hemoglobin berkisar 18-24 gr/dl.
g.      Peningkatan Hematokrit dapat mencapai > 60%.
h.      Viskositas darah meningkat 5-8 kali normal.
i.        UBBC (Unsaturated B12 Binding Capasity) meningkat 75 % penderita.
j.        Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8 dan trisomi 9.
k.      Serum eritropoitin
Pada Polisitemia vera serum eritropoitin menurut atau normal sedangkan pada polisitemia sekunder serum eritropoitin meningk
10.  Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa pengobatan kelangsungan hidup penderita rata-rata 18 bulan. Dengan Plebotomi kelangsungan hidup 13,9 tahun dengan terapi32 P kelangsungan hidup 11,8 tahun dan 8,9 tahun pada penderita dengan terapi klorambusil.2
Penyebab utama morbidity dan mortality adalah 2.24
1.      Trombosis, dilaporkan pada 15-60 % pasien tergantung pada penegndalian penyakit tersebut dan 10-40 peneyebab utama kematian.
2.      Komplikasi perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30% menyebabkan kematian.
3.      Terhadap 3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan pansitopenia.
4.      Polisitemia vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom mielodisplasia pada 1,5 % pasien dengan pengobatan hanya plebotomi.
Peningkatan resiko tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 % dalam 6-10 tahun pada pasien dengan terapi 32P. terdapat juga 5,9 % dalam 15 tahun resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan Hidroksiurea. Insiden leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat 32P atau kemoterapi dengan Khlorambusil.2
11.  Therapy
a.    Terapi PV
1)        Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit, dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan
2)        Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat   mengurangi sel darah merah atau konsentrasi platelet)
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3)    Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32 :
a)    Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
b)   Tidak mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4)   Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid (Cytoxan)
B.       KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      Pengkajian Keperawatan
Anamnesis:
a.       Kaji keluhan utama px
b.      Kaji riwayat kesehatan px saat ini
c.       Kaji riwayat penyakit sebelumnya
d.      Kaji riwayat penyakit keluarga
e.       Aktivitas / istirahat
Cepat lelah, pusing
f.       Sirkulasi
Nadi yang menurun
g.      Pola produktivitas
Stres; tergantung pada orang lain,masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
h.      Neurosensori
Pusing ,sakit kepala,kesemutan
i.        Nyeri / kenyamanan
Nyeri di persendian
j.        Pernapasan
Sesak nafas
k.      Keamanan
Kulit kering dan gatal
Pemeriksaan Fisik:
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
a.       Peningkatan warna kulit (sering kemerah-merahan) yang disebabkan oleh meningkatnya Hb.
b.      Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi (dispnea, batuk kronis, peningkatan tekanan darah, takikardia, sakit kepala, dan pusing) yang disebabkan oleh peningkatan volume darah.
c.       Gejala-gejala trombisis (angina, klaudikasi intermiten, tromboplebitis) disebabkan oleh peningkatan viskositas darah.
d.      Splenomrgali dan hepatomegali
e.       Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh hemolisis sel darah merah yang tidak matang.
f.       Riwayat perdarahan hidung, ekimosis atau perdarahan saluran pencernaan dari disfungsi trombosit.
Pemeriksaan Diagnostik:
a.       Pemeriksaan darah lengkap
2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Nyeri berhubungan dengan agen cedera (asam urat meningkat)
b.   Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan.
c.    Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
3.      Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
No Dx
Rencana Perawatan
TTD
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Implementasi
1
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri  dapat berkurang dengan KH :
· Skala Nyeri 3-1
· Pasien tidak tampak meringis lagi.
1.      Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 1-10), frekuensi, dan waktu.
2.      Lakukan tindakan pengubahan posisi, masase, rentang gerak pada sendi yang sakit.
3.      Ajarkan pasien untuk menggunakan visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
4.      Berikan analgesic/antipiretik.
1.      Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.      Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
3.      Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
4.      Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman
2
Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien melaporakan peningkatan toleransi aktivitas dengan KH :
·         Tanda-tanda vital normal
TD:120/80 mmHg
RR : 20 kali/menit
Suhu : 360C
Nadi:80 kali/menit
·         Mampu melakukan aktivitas seharihari secara mandiri.
1.      Observasi TTV pasien.
2.      Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
3.      Ajarkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing terjadi
4.      Berikan oksigen tambahan
1.      Untuk mengidentifikasi peningkatan suhu tubuh pasien dan tindakan selanjutnya yang tepat untuk pasien.
2.      Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusin, berdenyut dan peninngkatan risiko cedera.
3.      Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
4.      Memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler.
3
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal dengan KH:
·         Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
·         Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
·         Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
1.      Kaji riwayat nutrisi.
2.      Berikan intake nutrisi sedikit tapi sering.
3.      Berikan informasi mengenai nutrisi dengan kandungan kalori, vitamin, protein, dan mineral tinggi.
4.      Konsultasi dengan ahli diet.
1.      Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2.      Intake yang sedikit tapi sering menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan serta mencegah distensi gaster.
3.      Memiliki informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang.
4.      Memberikan bantuan dalam merencanakan diet nutrisi untuk memenuhi kebutuhan individu.
4.      Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari masalah polisitemia yaitu:
a.       Masalah teratasi
b.      Masalah sebagaian teratasi
c.       Masalah tidak teratasi
d.      Muncul masalah baru.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Polisitemia adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang, yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan volume darah. Kelainan ini paling sering ditemukan pada usia 50-an. Pria terkena sedikit lebih banyak dibandingkan wanita.Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk yang abnormal. Klasifikasi dari polisitemia diantaranya Polisitemia Vera (Polisitemia Primer), Polisitemia Sekunder dan Polisitemia Relatif (‘stres’)
Rencana asuhan keperawatan untuk menangani pasien dengan polisitemia meliputi pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan, dan evaluasi keperawatan. Hal ini guna kesembuhan dan keyamanan dari pasien.
B.     Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan sistem imun polisitemia selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang gangguan sistem imun polisitemia. Makalah ini masih jauh dari sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nuratif, Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta
Budiarto, Eko. 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. Jakarta: EGC.
Doengoes, EM.2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk     Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian, Alih Bahasa I Made Kariasa,dkk.(2001).Jakarta:EGC.
Isbister, James P. 1999. Hematologi klinik: pendekatan berorientasi masalah. Jakarta: Hipokrates
Smeltzer C. Suzanne,(2002), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Alih Bahasa Andry hartono,dkk. Jakarta:EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar