ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT POLISITEMIA
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Definisi
Polisitemia berasal dari bahasa Yunani yaitu poly
(banyak), cyt (sel), dan hemia (darah). Polisitemia adalah peningkatan jumlah
sel darah merah dalam sirkulasi akibat pembentukan sel darah merah yang
berlebihan oleh sumsum tulang, yang mengakibatkan peningkatan viskositas dan
volume darah. Aliran darah yang mengalir melalui pembuluh darah terhalang dan
aliran kapilar tertutup. Orang dengan polisitemia memiliki peningkatan
hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas normal melebihi
6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Sel
darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di beberapa tulang, seperti
tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh sehingga jumlah sel
darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama karena mereka
mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai penyebab dan
menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-sel darah
lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.
2. Epidemiologi
Kelainan ini paling sering ditemukan pada usia 50-an.
Pria terkena sedikit lebih banyak dibandingkan wanita. Dewasa muda juga terkena
kelainan ini. Polisitemia merupakan kelainan sel induk kronal. Massa sel darah
merah tinggi dan separuh pasien memiliki jumlah trombosit dan/atau sel darah
putih yang meningkat; 40% memiliki kelainan kariotipe sumsum tulang.
3. Etiologi
Sebagai suatu penyakit neoplastik yang berkembang
lambat, polisitemia terjadi karena sebagian populasi eritrosit berasal dari
satu klon induk yang abnormal. Berbeda dengan keadaan normalnya, sel induk
darah yang abnormal ini tidak membutuhkan eritropoetin untuk proses
pematangannya (eritropoetin serum, 4 mU/mL). Hal ini jelas membedakannya dari
eritrositosis atau polisitemia sekunder dimana eritropoetin tersebut meningkta
secara fisiologis (wajar sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang
meningkat), biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen arteiral rendah atau
eritropoetin tersebut meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada
sindrom paraneoplastik manifestasi neoplasma lain yang mensekresi eritropoetin.
Di dalam sirkulasi darah tepi pasien polisitemia vera
didpati peninggian konsentrasi eritrosit terhadap plasma, dapat tercapai. 49%
pada wanita (kadar Hb 16 mg/dL) dan 52% pada pria (kadar Hb . 17 mg/dL), serta
didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit (hitung eritrosit >6
juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasi klonal sel induk darah (sterm
cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan trombosit yang
berlebihan.
4. Faktor
Predisposisi
Beberapa faktor dapat meningkatkan risiko lidah polisitemia berkembang:
a.
Umur.
Menurut,
Paru, dan Darah Institute, National Heart polycythemia lidah lebih sering
terjadi pada orang dewasa yang lebih tua dari 60. Ini jarang terjadi pada orang
muda dari 20.
b.
Sex
lidah polisitemia
Mempengaruhi laki-laki lebih sering
daripada wanita.
c.
Sejarah
keluarga.
Dalam
beberapa kasus, vera polycythemia tampaknya berjalan dalam keluarga,
menunjukkan bahwa faktor genetik lain selain JAK2 dapat menyebabkan penyakit.
5. Patofisiologi
Mekanisme
terjadinya polisitemia disebabkan oleh kelainan sifat sel tunas (stem cells)
pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada sumsum tulang
terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau menurunkan
pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel tunas normal
jadi abnormal masih belum diketahui.
Progenitor
sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah
eritropoetin. Kelainan-kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan
DNA yang dikenal dengan mutasi. Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2)
yang memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.
Pada
keadan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan antara
ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan,
terjadi fosforilasi pada protein JAK.
Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi, kemudian memfosforilasi domain
reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi signal transducers
and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk ke inti sel
(nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga terjadi
aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth factor.
Pada
penderita polisitemia, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana
terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama JAK2V617F.
Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses
aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses
eritropoiesis dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth
factor.
Terjadi
peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel darah
putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita cenderung
mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan mekanisme
homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan tingginya
jumlah platelet. Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan
stroke, pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari.
Fungsi
platelet penderita polisitemia menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan
terjadinya pendarahan. Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan
terbentuknya hiperurisemia, peningkatan resiko pirai dan batu ginjal. Sebagai
suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena
sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk darah yang abnormal.
Berbeda dengan keadaan normalnya,sel induk darah yang abnormal ini tidak
membutuhkan eritropoetin untuk proses pematangannya(eritropoetinserum, 4
mU/mL).
Hal
ini jelas membedakannya dari eritrositois atau polisitemia sekunder dimana
eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis(wajar sebagai kompensasi atas
kebutuhan oksigen yang meningkat),biasanya pada keadaan dengan saturasi oksigen
arterial rendah atau eritropoetin tersebut meningkat secara fisiologis (wajar
sebagai kompensasi atas kebutuhan oksigen yang meningkat), biasanya pada
keadaan dengan saturasi oksigen ateiral rendah atau eritropoetin tersebut
meningkat secara non fisiologis (tidak wajar) pada sindrom paraneoplastik
manifestasi neoplasma lain yang mengsekresi eritropoetin.
Didalam
sirkulasi darah tepi pasien polisitemia didapati peninggian nilai hematrokit
yang menggambarkan terjadinya peningkatan konsentrasi eritrosit terhadap
plasmadapat mencapai. 49% pada wanita (kadar Hb. 16 mg/dL) dan 52% pada pria
(kadar 17 mg/dL), serta didapati pula peningkatan jumlah total eritrosit
(hitung eritrosit > 6 juta/mL). Kelainan ini terjadi pada populasiklonal sel
induk darah (sterm cell) sehingga seringkali terjadi juga produksi leukosit dan
trombosit yang berlebihan.
6. Klasifikasi
Ada
3 jenis utama polisitemia yaitu:
a.
Polisitemia
Vera (Polisitemia Primer)
Polisitemia
Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari
polisitemia sekunder. Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang
berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera) ditandai dengan
peningkatan jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah merah, dan dan
diyakini sebagai awal terjadinya abnormalitas Penyebab, gejala, dan perawatan
dari dua kondisi yang berbeda-beda. Polisitemia primer ( polisitemia vera)
ditandai dengan peningkatan jumlah trombosit dan granulosit serta sel darah
merah, dan dan diyakini sebagai awal terjadinya abnormalitas Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai
"polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia
primer. Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat.
1)
Tanda dan Gejala
Pada tahap awal, polisitemia vera biasanya tidak menimbulkan gejala apapun.
Namun, seiring dengan proses bertambah banyaknya sel darah merah, ada beberapa
gejala yang bisa dikenali seperti :
a)
Sakit kepala
b)
Kepala serasa
berputar
c)
Gatal-gatal,
terutama ketika sedang mandi air panas
d)
Muncul tanda
merah pada kulit
e)
Susah bernafas
atau nafas pendek-pendek
f)
Susah bernafas,
terutama ketika sedang dalam posisi berbaring
g)
Sakit pada dada
h)
Perasaan
terbakar atau lemas dibagian tangan, kaki, atau lengan
i)
Perasaan kembung
atau eneg di perut sebelah kiri
j)
Cepat lelah
k)
Susah bicara
secara mendadak. Ini bisa jadi akibat pembuluh darah ke otak sudah tersumbat,
sehingga mengakibatkan stroke.
l)
Penglihatan
terganggu/ganda
m) Gangguan keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh.
n)
Mengalami
masalah ingatan
b.
Polisitemia
Sekunder
Polisitemia
sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor
lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor hati, tumor
ginjal atau sindroma Cushing.
c.
Polisitemia
Relatif (‘stres’)
Polisitemia
‘stres’ atau pseudo-polisitemia, adalah akibat penyusutan volume plasma. Volume
sel darah total normal. Keadaan ini lebih umum dari polisitemia vera. Paling
banyak terjadi khusus pada laki-laki umur pertengahan dan dapat disertai oleh
problem kardivaskular, misalnya ikshemia miokard atau TIA (transient ischaemic
attacks) otak. Jika bersamaan dengan hipertensi ini dinamakan sindroma
Gaisbock. Terapi deuritik dan merokok berat sering bersamaan. Nilai setiap
bentuk pengobatan khusus belum ditentukan tetapi percobaan demngan venaseksi
berulang dengan atau tanpa pergantian plasma sedang dikembangkan
7. Gejala Klinis
Gejala klinis yang biasanya muncul pada polisitemia adalah sebagai
berikut :
a. Muka
kemerah-merahan (pletora), gambaran pembuluh darah di kulit atau selaput
lendir, dan kongjungtiva hiperemia sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.
b. Hiperviskositas
yang menyebabkan penurunan aliran darah, sehingga terjadi hipoksia jaringan
dengan manifestasi klinik: sakit kepala, dizziness, vertigo, tinnitus, gangguan
penglihatan, stroke, angina pektoris, infark miokardium, dan klaudikasio.
c. Manifestasi
perdarahan (10-20% penderita): epistaksis, perdarahan traktus gastrointestinal
(ulkus peptikum), serta abnormalitas faktor pembekuan V dan XII.
d. Manifestasi
trombosis arteri dan vena: gangguan serebrovaskular, infark miokardium, infark
paru-paru, trombosis vena mesentrika, hepatika, dan deep vein thrombosis.
e. Splenomegali.
f. Hepatomegali.
g. Pruritus
urtikaria.
h. Gout.
8. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Tanda-Tanda Vital
Pemeriksaan yang pertama dilakukan ketika pasien
datang adalah pemeriksaan tanda-tanda vital. Untuk melihat apakah pasien datang
dalam keadaan kompos mentis atau tidak, melihat apakah pasien datang tampak
sakit ringan atau berat. Pada kasus yang didapatkan dijelaskan bahwa hasil
pemeriksaan fisik pasien sebagai berikut:
a. Pemeriksaan
fisik: Kulit wajah kemerahan, conjungtiva tidak anemis, pemeriksaan lainnya
dalam batas normal. Hasil lab: Hb: 19g/dL. Ht: 65%, Trombosit: 60.000,
Leukosit: 28.000, Eritrosit: 6.000.000, Retikulosit: 2.5%.
Pada penyakit polisitemia vera biasanya akan
didapatkan kelainan fisik sebagai berikut:
a. Muka
penderita akan terlihat merah. Disekitar kulit muka, leher, telinga dan selaput
lendir akan terlihat gambaran pembuluh darah. Pada pemeriksaan di kedua mata, konjungtiva pasien akan
terlihat sangat merah karena adanya pelebaran dari pembuluh darah. Dapat
terlihat adanya perubahan hiperviskositas pada fundus, termasuk vena retina
yang melebar dan berkelok-kelok dan harus dicari adanya perdarahan.
b. Inspeksi lidah dapat dilakukan untuk melihat
apakah terdapat sianosis sentral.
c. Pemeriksaan sistem kardiovaskular lebih baik
dilakukan untuk memastikan apakah terdapat pembesaran jantung yang disertai
bising sistolik.
d. Pemeriksaan
sistem pernapasan dilakukan untuk mengetahui adanya tanda penyakit paru kronik
yang disertai dengan ronkhi basah.
e. Pemeriksaan
abdomen dilakukan untuk mencari apakah terdapat pembesaran limpa (splenomegali)
atau tidak. Pada penderita polisitemia vera dapat ditemukan pembesaran limpa
serta pembesaran hepar. Pembesarannya bersifat keras dan tidak terdapat nyeri
tekan.
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Eritrosit
Peningkatan >6 juta/mL, dan sediaan
apus eritrosit biasanya normokrom, normositik kecuali jika terdapat transisi
kea rah metaplasia mieloid.
b. Granulosit,
meningkat pada 2/3 kasus polisitemia, berkisar antara 12-25.000 /mL tetapi
dapat sampai 60.000/mL.
c. Trombosit,
berkisaran antara 450-800 ribu/mL, bahkan dapat . 1 juta/mL sering didapatkan
dengan morfologi trombosit yang abnormal.
d. B12
serum
B12 serum dapat meningkat
pada 35% kasus, tetapi dapat pula menurun, pada ± 30% kasus, dan UBBC meningkat pada > 75% kasus
polisitemia.
e. Pemeriksaan Sumsum Tulang (SST)
Pemeriksaan ini tidak diperlukan untuk
diagnostic, kecuali bila ada kecurigaan penyakit mieloproliferatif. Sitologi
SST menunjukkan peningkatan selularitas.
f. Peningkatan
Hemoglobin berkisar 18-24 gr/dl.
g. Peningkatan
Hematokrit dapat mencapai > 60%.
h. Viskositas
darah meningkat 5-8 kali normal.
i.
UBBC
(Unsaturated B12 Binding Capasity) meningkat 75 % penderita.
j.
Pemeriksaan Sitogenetik, dapat dijumpai
kariotip 20q, 13q, 11q, 7q, 6q, 5q, trisomi 8 dan trisomi 9.
k. Serum
eritropoitin
Pada Polisitemia vera serum eritropoitin menurut
atau normal sedangkan pada polisitemia sekunder serum eritropoitin meningk
10. Prognosis
Polisitemia adalah penyakit kronis dan bila tanpa
pengobatan kelangsungan hidup penderita rata-rata 18 bulan. Dengan Plebotomi
kelangsungan hidup 13,9 tahun dengan terapi32 P kelangsungan hidup
11,8 tahun dan 8,9 tahun pada penderita dengan terapi klorambusil.2
Penyebab utama morbidity dan mortality adalah 2.24
1. Trombosis,
dilaporkan pada 15-60 % pasien tergantung pada penegndalian penyakit tersebut
dan 10-40 peneyebab utama kematian.
2. Komplikasi
perdarahan timbul 15-35 % pada pasien polisitemia vera dan 6-30% menyebabkan
kematian.
3. Terhadap
3-10 % pasien Polisitemia vera berkembang menjadi mielofibrosis dan
pansitopenia.
4. Polisitemia
vera dapat berkembang menjadi leukemia akut dan sindrom mielodisplasia pada 1,5
% pasien dengan pengobatan hanya plebotomi.
Peningkatan resiko
tranformasi 13,5 % dalam 5 tahun dengan pengobatan Klorambusil dan 10,2 % dalam
6-10 tahun pada pasien dengan terapi 32P. terdapat juga 5,9 % dalam
15 tahun resiko terjadinya tranformasi pada pasien dengan pengobatan
Hidroksiurea. Insiden leukemia akut meningkat pada pasien yang mendapat 32P
atau kemoterapi dengan Khlorambusil.2
11. Therapy
a. Terapi
PV
1)
Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV.
Flebotomi mungkin satu-satunya bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak
pasien, kadang-kadang selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang
dianjurkan. Indikasi flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,
dan pada pasien yang masih dalam usia subur.
Pada flebotomi, sejumlah kecil darah diambil
setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menurun. Jika nilai hematokrit sudah
mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa bulan, sesuai dengan
kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah <45% pada pria kulit
putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan
2)
Kemoterapi
Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi sel darah merah atau konsentrasi
platelet)
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik
adalah sitoreduksi. Lebih baik menghindari kemoterapi jika memungkinkan,
terutama pada pasien uisa muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan
dengan flebotomi atau diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang
dianjurkan adalah Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang
merupakan salah satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap
lebih aman, tetapi masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka
panjang. Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius. Walaupun
demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan digunakan pada PV.
Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih sering (sekitar 2
sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan pemberian obat jika
hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi jika > 52%, pada
wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
3)
Fosfor
Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32)
digunakan sebagai salah satu cara untuk menekan sumsum tulang. P32 pertama kali
diberikan dengan dosis sekitar 2-3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per
oral maka dosis dinaikkan 25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian
pertama P32 :
a)
Mendapatkan
hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat diulang akan
tetapi hal ini jarang dibutuhkan.
b)
Tidak
mendapatkan hasil, selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama,
dan diberikan sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
4)
Kemoterapi
Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada
polisitemia vera terutama untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit .
800.00/mm3). Produk biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A,
Roveron-) digunakan terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat
dikendalikan. Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik
Siklofosfamid (Cytoxan)
B.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian Keperawatan
Anamnesis:
a. Kaji
keluhan utama px
b. Kaji
riwayat kesehatan px saat ini
c. Kaji
riwayat penyakit sebelumnya
d. Kaji
riwayat penyakit keluarga
e. Aktivitas
/ istirahat
Cepat
lelah, pusing
f. Sirkulasi
Nadi
yang menurun
g. Pola
produktivitas
Stres;
tergantung pada orang lain,masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
h. Neurosensori
Pusing
,sakit kepala,kesemutan
i.
Nyeri / kenyamanan
Nyeri
di persendian
j.
Pernapasan
Sesak
nafas
k. Keamanan
Kulit
kering dan gatal
Pemeriksaan Fisik:
Dalam pemeriksaan menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut:
a. Peningkatan
warna kulit (sering kemerah-merahan) yang disebabkan oleh meningkatnya Hb.
b. Gejala-gejala
kelebihan beban sirkulasi (dispnea, batuk kronis, peningkatan tekanan darah,
takikardia, sakit kepala, dan pusing) yang disebabkan oleh peningkatan volume
darah.
c. Gejala-gejala
trombisis (angina, klaudikasi intermiten, tromboplebitis) disebabkan oleh
peningkatan viskositas darah.
d. Splenomrgali
dan hepatomegali
e. Gatal,
khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh hemolisis sel darah
merah yang tidak matang.
f. Riwayat
perdarahan hidung, ekimosis atau perdarahan saluran pencernaan dari disfungsi
trombosit.
Pemeriksaan Diagnostik:
a. Pemeriksaan
darah lengkap
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri
berhubungan dengan agen cedera (asam urat meningkat)
b. Intoleran
aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan kelelahan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
3. Perencanaan Keperawatan
Hari/Tgl
|
No
Dx
|
Rencana
Perawatan
|
TTD
|
||
Tujuan
dan Kriteria Hasil
|
Intervensi
|
Implementasi
|
|||
1
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang dengan KH :
·
Skala Nyeri 3-1
· Pasien
tidak tampak meringis lagi.
|
1.
Kaji keluhan nyeri, perhatikan lokasi, intensitas
(skala 1-10), frekuensi, dan waktu.
2.
Lakukan tindakan pengubahan posisi, masase, rentang
gerak pada sendi yang sakit.
3.
Ajarkan pasien untuk menggunakan
visualisasi/bimbingan imajinasi, relaksasi progresif.
4.
Berikan analgesic/antipiretik.
|
1.
Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi dan juga
tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.
Meningkatkan relaksasi/menurunkan tegangan otot.
3.
Meningkatkan relaksasi dan perasaan sehat.
4.
Memberikan penurunan nyeri/tidak nyaman
|
||
2
|
Setelah
diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam diharapkan pasien melaporakan
peningkatan toleransi aktivitas dengan KH :
·
Tanda-tanda vital normal
TD:120/80 mmHg
RR : 20 kali/menit
Suhu : 360C
Nadi:80 kali/menit
·
Mampu melakukan aktivitas
seharihari secara mandiri.
|
1.
Observasi TTV pasien.
2.
Ubah posisi pasien dengan
perlahan dan pantau terhadap pusing.
3.
Ajarkan pasien untuk menghentikan
aktivitas bila palpitasi, nyeri dada, napas pendek, kelemahan atau pusing
terjadi
4. Berikan
oksigen tambahan
|
1.
Untuk mengidentifikasi
peningkatan suhu tubuh pasien dan tindakan selanjutnya yang tepat untuk
pasien.
2.
Hipotensi postural atau hipoksia
serebral dapat menyebabkan pusin, berdenyut dan peninngkatan risiko cedera.
3.
Regangan/stres kardiopulmonal
berlebihan/stres dapat menimbulkan dekompensasi/kegagalan.
4.
Memaksimalkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan seluler.
|
||
3
|
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan berat badan
stabil dengan nilai laboratorium normal dengan KH:
·
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
·
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
·
Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan
menelan
|
1.
Kaji
riwayat nutrisi.
2.
Berikan
intake nutrisi sedikit tapi sering.
3.
Berikan informasi mengenai nutrisi dengan kandungan
kalori, vitamin, protein, dan mineral tinggi.
4.
Konsultasi dengan ahli diet.
|
1. Mengidentifikasi
defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi.
2. Intake yang
sedikit tapi sering menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan serta
mencegah distensi gaster.
3. Memiliki
informasi ini dapat membantu pasien memahami pentingnya diet seimbang.
4. Memberikan
bantuan dalam merencanakan diet nutrisi untuk memenuhi kebutuhan individu.
|
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan
yaitu kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan kriteria hasil yang diperlukan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan
mengarahkan kerja aktivitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi dari masalah polisitemia yaitu:
a.
Masalah teratasi
b.
Masalah sebagaian teratasi
c.
Masalah tidak teratasi
d.
Muncul masalah baru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Polisitemia
adalah peningkatan jumlah sel darah merah dalam sirkulasi akibat pembentukan
sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang, yang mengakibatkan
peningkatan viskositas dan volume darah. Kelainan ini paling sering ditemukan
pada usia 50-an. Pria terkena sedikit lebih banyak dibandingkan wanita.Sebagai
suatu penyakit neoplastik yang berkembang lambat, polisitemia terjadi karena
sebagian populasi eritrosit berasal dari satu klon induk yang abnormal.
Klasifikasi dari polisitemia diantaranya Polisitemia Vera (Polisitemia Primer),
Polisitemia Sekunder dan Polisitemia Relatif (‘stres’)
Rencana asuhan keperawatan untuk menangani pasien dengan
polisitemia meliputi pengkajian
keperawatan, diagnosa
keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi
keperawatan, dan evaluasi
keperawatan. Hal ini guna
kesembuhan dan keyamanan dari pasien.
B. Saran
Kita sebagai seorang perawat perlu mengetahui tentang gangguan sistem
imun polisitemia selain untuk menambah wawasan pengetahuan kita sebagai seorang
perawat, juga untuk berbagi kepada masyarakat tentang informasi tentang
gangguan sistem imun polisitemia. Makalah ini masih jauh dari sempurna,
diharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Amin Huda Nuratif,
Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 2.
Yogyakarta
Budiarto, Eko.
2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6. Jakarta:
EGC.
Doengoes, EM.2000. Rencana Asuhan keperawatan; Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasian, Alih Bahasa I Made Kariasa,dkk.(2001).Jakarta:EGC.
Isbister, James P.
1999. Hematologi klinik: pendekatan berorientasi masalah. Jakarta: Hipokrates
Tidak ada komentar:
Posting Komentar