Selasa, 05 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN PENYAKIT MENINGITIS

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN MENINGITIS


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Penyakit infeksi di Indonesia masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Salah satu penyakit tersebut adalah infeksi susunan saraf pusat. Penyebab infeksi susunan saraf pusat adalah virus, bakteri atau mikroorganisme lain. Meningitis merupakan penyakit infeksi dengan angka kematian berkisar antara 18-40% dan angka kecacatan 30-50%.
Bakteri penyebab meningitis ditemukan di seluruh dunia, dengan angka kejadian penyakit yang bervariasi. Di Indonesia, dilaporkan bahwa Haemophilus influenzae tipe B ditemukan pada 33% diantara kasus meningitis. Pada penelitian lanjutan, didapatkan 38% penyebab meningitis pada anak kurang dari 5 tahun. Di Australia pada tahun 1995 meningitis yang disebabkan Neisseria meningitidis 2,1 kasus per 100.000 populasi, dengan puncaknya pada usia 0 – 4 tahun dan 15 – 19 tahun . Sedangkan kasus meningitis yang disebabkan Steptococcus pneumoniae angka kejadian pertahun 10 – 100 per 100.000 populasi pada anak kurang dari 2 tahun dan diperkirakan ada 3000 kasus per tahun untuk seluruh kelompok usia, dengan angka kematian pada anak sebesar 15%, retardasi mental 17%, kejang 14% dan gangguan pendengaran 28%.
Meningitis merupakan peradangan dari meningen yang menyebabkan terjadinya gejala perangsangan meningen seperti sakit kepala, kaku kuduk, fotofobia disertai peningkatan jumlah leukosit pada liquor cerebrospinal (LCS). Berdasarkan durasi dari gejalanya, meningitis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Meningitis akut memberikan manifestasi klinis dalam rentang jam hingga beberapa hari, sedangkan meningitis kronik memiliki onset dan durasi berminggu-minggu hingga berbulan-bulan. Pada banyak kasus, gejala klinik meningitis saling tumpang tindih karena etiologinya sangat bervariasi. Oleh karena itu sangat diperlukan tenaga kesehatan perawat yang kompeten dalam melakukan asuhan keperawatan pada anak dengan meningitis.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep dasar penyakit meningitis?
2.      Bagaimana konsep asuhan keperawatan anak dengan meningitis?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Anak I pada semester IV, dan di harapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang konsep dasar penyakit persyarafan, meningitis pada anak dan dapat membuat asuhan keperawatan anak dengan meningitis.
2.      Tujuan Khusus
1.      Mahasiswa mengetahui dan mampu memahami konsep dasar penyakit meningitis meliputi:
a.       Definisi meningitis
b.      Etiologi meningitis
c.       Manifestasi klinis meningitis
d.      Patofisiologi meningitis
e.       Komplikasi meningitis
f.       Penatalaksanaan pada meningitis
2.      Mahasiswa mengetahui dan mampu membuat konsep asuhan keperawatan anak dengan meningitis meliputi:
a.       Pengkajian
b.      Pemeriksaan penunjang
c.       Diagnosa dan intervensi keperawatan


BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Konsep Dasar Penyakit
A.    Definisi
Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spiral column yang menyebabkan proses infeksi pada system saraf pusat. (Suriadi, 2006)
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur. (NANDA, 2012)
Meningitis merupakan keradangan pada daerah meningen, meningitis itu sendiri terdiri atas meningitis tuberculosis, yang disebabkan oleh bakteri dan meningitis virus atau disebut nonpurulen meningitis atau istilahnya disebut aseptic meningitis yang disebabkan oleh virus. (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006)
Meningitis adalah peradangan pada meninges, membran dari otak dan sumsum tulang belakang. Hal ini paling sering disebabkan oleh infeksi (bakteri, virus, atau jamur), tetapi juga dapat diproduksi oleh iritasi kimia, perdarahan subarachnoid, kanker dan kondisi lainnya. (WHO, 2014)
Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, meningokok, stafilokok, streptokok, hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus).
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, araknoid dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial.
B.     Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1.    Meningitis purulenta
Meningitis purulenta ada yang disebabkan metastasis infeksi dari tempat lain yang menyebar melalui darah. Penyebabnya ialah meningokok (Neisseria meningitidisis), pneumokok (Diplococcus pneumoniae), haemophilus influenzae.Ada pula yang timbul karena perjalanan radang langsung dari radang tulang tengkorak, mastoiditis misalnya, dari tromboflebitis atau pada luka tembus kepala.Penyebabnya ialah streptokok, stafilokok, kadang-kadang pneumokok.Likuor serebrospinal keruh kekuning-kuningan karena mengandung pus, nanah.Nanah ialah campuran leukosit hidup dan yang mati, jaringan yang mati dan bakteri.
Pada permulaan gejala awal meningitis purulenta adalah panas, menggigil, nyeri kepala yang terus menerus, mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, kelemahan umum dan rasa nyeri pada punggung dan sendi, setelah 12-24 jam tibul gambaran klinis meningitis yang lebih khas yaitu nyeri pada kuduk dan brudzinski. Bila terjadi koma yang dalam, tanda-tanda selaput otak akan menghilang, penderita takut akan cahaya dan amat peka terhadap rangsangan, penderita sering gelisah, mudah terangsang dan menunjukkan perubahan mental seperti bingung, hiperaktif dan halusinasi. Pada keadaan koma yang berat dapat terjadi herniasi otak sehingga terjadi dilatasi pupil dan koma.
2.    Meningitis serosa
Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.Penyebab lain seperti lues, virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.Likuor serebrospinal jernih meskipun mengandung jumlah sel dan protein yang meninggi.
Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia, pada anak dan orang dewasa.Meningitis tuberculosis terjadi akibat komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru-paru.Meningitis bukan terjadi karena terinfeksi selaput otak langsung penyebaran hematogen, tetapi biasanya sekunder melalui pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tuang belakang atau vertebra yang kemudian pecah ke dalam rongga arachnoid.
Tuberculosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium tuberculosa.Pada meningitis tuberculosa dapat terjadi pengobatan yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.Dapat terjadi cacat neurologis berupa parase, paralysis sampai deserebrasi, hydrocephalus akibat sumbatan, reabsorpsi berkuran atau produksi berlebihan dari likuor serebrospinal.Anak juga bisa menjadi tuli atau buta dan kadang-kadang menderita retardasi mental.
Gambaran klinik pada penyakit ini mulanya pelan.Terdapat panas yang tidak terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk, terdapat rasa lemah, berat badan yang menurun, nyeri otot, nyeri punggung, kelainan jiwa seperti halusinasi. Pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak seperti kaku kuduk dan brudzinski. Dapat terjadi hemiparases dan kerusakan syaraf otak yaitu N III, N IV, N VI, N VII, N VIII sampai akhirnya kesadaran menurun.
Sedangkan berdasarkan etologinya meningitis terbagi atas:
a.       Meningitis Bakterial
Meningitis bakterial  merupakan karakteristik inflamasi pada seluruh meningen, dimana organisme masuk kedalam ruang arahnoid dan subarahnoid.   
Meningitis bakterial merupakan kondisi emergensi neurologi dengan angka kematian sekitar 25 %.
Meningitis bacterial adalah suatu peradangan pada selaput otak, ditandai dengan peningkatan jumlah sel polimorfonuklear dalam cairan serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan serebrospinal.
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan oleh kuman non spesifik dan nonvirus.
Meningitis bakterial jika cepat dideteksi dan mendapatkan penanganan yang tepat akan mendapatkan hasil yang baik.  Meningitis bakterial sering disebut juga sebagai meningitis purulen atau meningitis septik.
Bakteri yang dapat mengakibatkan serangan meningitis adalah; Streptococcus pneuemonia (pneumococcus), Neisseria meningitides, Haemophilus influenza, (meningococcus),  Staphylococcus aureus dan Mycobakterium tuberculosis.
Streptococcus pneumoniae (pneumococcus), bakteri ini penyebab tersering meningitis akut, dan paling umum menyebabkan meningitis pada bayi ataupun anak-anak.  Neisseria meningitides (meningococcus) bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya masuk kedalam peredaran darah.Haemophilus influenza, Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang juga dapat menyebabkan meningitis.Jenis bakteri ini sebagai penyebab terjadinya infeksi pernafasan bagian atas, telinga bagian dalam dan sinusitis.Pemberian vaksin (Hib vaksin) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.Staphylococcus aureus, Mycobakterium tuberculosis jenis hominis.
Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Diplococcus pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negatif.Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan Diplococcus pneumonia. (Satyanegara, 2010)
b.      Meningitis Virus
Meningitis virus biasanya disebut meningitis aseptik.Sering terjadi akibat lanjutan dari bermacam-macam penyakit akibat virus, meliputi; measles, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster.
Meningitis virus adalah suatu sindrom infeksi virus susunan saraf pusat yang akut dengan gejalah rangsang meningeal,pleiositosis  dalam likuor serebrospinalis dengan  deferensiasi terutama limfosit,perjalanan penyakit tidak lama dan selflimited tanpa komplikasi.
Virus penyebab meningitis dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu virus RNA (ribonuclear acid) dan virus DNA (deoxyribo nucleid acid).  Contoh  virus RNA adalah enterovirus (polio), arbovirus (rubella), flavivirus (dengue), mixovirus (influenza, parotitis, morbili).  Sedangkan contoh virus DNA antaa lain virus herpes, dan retrovirus (AIDS).
Meningitis virus biasanya dapat sembuh sendiri dan kembali seperti semula (penyembuhan secara komplit).
Pada kasus infeksi virus akut, gambaran klinik seperti meningitis akut, meningo-ensepalitis akut atau ensepalitis akut.Derajat ringan akut meningo-ensepalitis mungkin terjadi pada banyak infeksi virus akut, biasanya terjadi pada anak-anak, sedangkan pada pasien dewasa tidak teridentifikasi.
c.       Meningitis Jamur
Infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat merupakan penyakit oportunistik yang pada beberapa keadaan tidak terdiagnosa sehingga penanganannya juga sulit.
Manifestasi infeksi jamur dan parasit pada susunan saraf pusat dapat berupa meningitis (paling sering) dan proses desak ruang (abses atau kista).
Angka kematian akibat penyakit ini cukup tinggi yaitu 30-40% dan insidensinya meningkat seiring dengan pemakaian obat imunosupresif dan penurunan daya tahan tubuh.
Meningitis kriptokokus neoformans biasa disebut meningitis jamur, disebabkan oleh infeksi jamur pada sistem saraf pusat yang sering terjadi pada pasien acquired immunodeficiency syndrome (AIDS).
C.     Etiologi
a.       Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis.Adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui dapat menyebabkan meningitis adalah:
·         Haemophillus influenza
·         Nesseria meningitides (meningococcal)
·         Diplococcus pneumoniae (pneumococca)
·         Streptococcus, grup A
·         Staphylococcus aureus
·         Escherichia coli
·         Klebsiella
·         Proteus
·         Pseudomonas
b.      Virus
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem vaskuler.Virus : Toxoplasma Gondhi, Ricketsia.
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti: campak, mumps, herpes simplek, dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sel mengalami nekrosis.Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.
c.       Faktor predisposisi
Jenis kelamin: laki-laki lebih sering dibandingkan wanita.
d.      Faktor maternal
Ruptur membrane fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
e.      Faktor Imunologi
Defesiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin, anak yang mendapat obat imunosupresi.
f.       Faktor resiko terjadinya meningitis :
1)      Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.
Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan oleh bakteri terdiri atas faktor pencetus sebagai berikut diantaranya adalah :
a.       Otitis media
b.      Pneumonia
c.       Sinusitis
d.      Sickle cell anemia
e.       Fraktur cranial, trauma otak
f.       Operasi spinal
g.      Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS.
2)      Trauma kepala
Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorrhea
3)      Kelainan anatomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium.
D.    Manifestasi Klinis
·         Neonatus : menolak untuk makan, reflex menghisap kurang, muntah atau diare, tonus otot kurang, kurang gerak, dan menangis lemah.
·         Anak-anak dan remaja : demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang, mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, stupor, koma, kaku kuduk, opistotonus. Tanda kernig dan brudzinski positif, reflex fisiologis hiperaktif, ptechiae atau pruritus (menunjukkan adanya infeksi meningococcal).
·        
Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.



E.     Patofisiologi
Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu : duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak / mengalir melalui sub arachnoid dalam sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid.
Organisme (virus / bakteri) yang dapat menyebabkan meningitis, memasuki cairan otak melalui aliran darah di dalam pembuluh darah otak.Cairan hidung (sekret hidung) atau sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar), mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid. Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater, arachnoid, cairan otak dan ventrikel. Eksudat yang dibentuk akan menyebar, baik ke kranial maupun ke saraf spinal yang dapat menyebabkan kemunduran neurologis selanjutnya, dan eksudat ini dapat menyebabkan sumbatan aliran normal cairan otak dan dapat menyebabkan hydrocephalus.
F.    Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada anak dengan meningitis, antara lain: 
1.      Munculnya cairan pada lapisan subdural (efusi subdural). Cairan ini muncul karena adanya desakan pada intrakranial yang meningkat sehingga memungkinkan lolosnya cairan dari lapisan otak ke daerah subdural. 
2.      Peradangan pada daerah ventrikuler ke otak (ventrikulitis). Abses pada meningen dapat sampai ke jaringan kranial lain baik melalui perembetan langsung maupun hematogen termasuk ke ventrikuler. 
3.      Hidrosepalus. Peradangan pada meningen dapat merangsang kenaikan produksi Liquor Cerebro Spinal (LCS). Cairan LCS pada meningitis lebih kental sehingga memungkinkan terjadinya sumbatan pada saluran LCS yang menuju medulla spinalis. Cairan tersebut akhirnya banyak tertahan di intrakranial. 
4.      Abses otak. Abses otak terjadinya apabila infeksi sudah menyebar ke otak karena meningitis tidak mendapat pengobatan dan penatalaksanaan yang tepat. 
5.      Epilepsi 
6.      Retardasi mental. Retardasi mental kemungkinan terjadi karena meningitis yang sudah menyebar ke serebrum sehingga mengganggu gyrus otak anak sebagai tempat menyimpan memori. 
7.      Serangan meningitis berulang. Kondisi ini terjadi karena pengobatan yang tidak tuntas atau mikroorganisme yang sudah resisten terhadap antibiotik yang digunakan untuk pengobatan.
G.    Penatalaksanaan
a.       Penatalaksanaan Terapeutik
-          Isolasi
-          Terapi antimikroba: antibiotik yang diberikan berdasarkan pada hasil kultur, diberikan dengan dosis tinggi melalui intravena.
-          Mempertahankan hidrasi optimum: mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema.
-          Mencegah dan mengobati komplikasi: aspirasi efusi subdural (pada bayi), terapi heparin pada anak yang mengalami DIC,
-          Mengontrol kejang: pemberian terapi antiepilepsi
-          Mempertahankan ventilasi
-          Mengurangi meningkatnya tekanan intra cranial
-          Penatalaksanaan syok bacterial
-          Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim
-          Memperbaiki anemia
b.      Penatalaksanaan Medis
-          Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
-          Steroid untuk mengatasi inflamasi
-          Antipiretik untuk mengatasi demam
-          Antikonvulsant untuk mencegah kejang
-          Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan
-          Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
-          Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak atau tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah, pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
-          Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat diatasi maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama 2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
-          Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
-          Pembebasan jalan nafas denga menghisap lendir melalui section dan memposisikan anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
-          Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
c.       Penatalaksanaan di Rumah:
-          Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen lingkungan yang cukup karena anakyang menderita demam terjadi peningkatan metabolisme aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu ruangan yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat berfungsi dengan baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang justru menerima paparan sinar dari lingkungan.
-          Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
-          Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak biar dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga panas tubuh anak mudah berpindah ke lingkungan.
-          Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun 120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
-          Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40 cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel tubuhyang sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.
2.2   Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A.    Pengkajian
·         Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat pembedahan pada otak, cedera kepala
·         Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
·         Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak, penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
·         Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
B.     Pemeriksaan Penunjang
·         Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.
·         Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis bakteri.
·         Glukosa & dan LDH : meningkat.
·         LED/ESRD: meningkat.
·         CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
·         Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
·         Kultur Darah
·         Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
B.     Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1.      Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
Tujuan :
-          Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
-          Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris
Kriteria hasil
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal
-          Rasa sakit kepala berkurang
-          Kesadaran meningkat
-          Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda tekanan intrakranial yang meningkat.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal
Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi otak
Monitor tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
Monitor tanda-tanda vital seperti TD, Nadi, Suhu, Resoirasi dan hati-hati pada hipertensi sistolik
Pada keadaan normal autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan kerusakan vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh penurunan tekanan diastolik. Sedangkan peningkatan suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output
Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik di tempat tidur.
Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus dengan perhatian ketat.
Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan pemberian oksigen
Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti: Steroid, Aminofel, Antibiotika.
Terapi yang diberikan dapat menurunkan permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan kejang.
2.      Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak
Tujuan
-          Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria hasil:
-          Pasien dapat tidur dengan tenang
-          Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Mandiri
Pantau berat ringan nyeri yang dirasakan dengan menggunakan skala nyeri
Mengetahui tingkat nyeri yang dirasakansehingga memudahkan pemberian intervensi
Pantau saat muncul awitan nyeri
Menghindari pencetus nyeri merupakan
salah satu metode distraksi yang efektif


Usahakan membuat lingkungan yang aman dan tenang
Menurukan reaksi terhadap rangsangan ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala dan kain dingin pada mata
Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau pasif sesuai kondisi dengan lembut dan hati-hati
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang dan dapat menurunkan rasa sakit / disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesic
Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan kontraindikasi karena berdampak pada status neurologis sehingga sukar untuk dikaji.
3.      Resiko terjadinya injuri sehubungan dengan adanya kejang, perubahan status mental dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
-          Pasien bebas dari injuri yang disebabkan oleh kejang dan penurunan kesadaran
INTERVENSI
RASIONALISASI
Independent
monitor kejang pada tangan, kaki, mulut dan otot-otot muka lainnya
Gambaran tribalitas sistem saraf pusat memerlukan evaluasi yang sesuai dengan intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Persiapkan lingkungan yang aman seperti batasan ranjang, papan pengaman, dan alat suction selalu berada dekat pasien.
Melindungi pasien bila kejang terjadi
Pertahankan bedrest total selama fae akut
Mengurangi resiko jatuh / terluka jika vertigo, sincope, dan ataksia terjadi
Kolaborasi
Berikan terapi sesuai advis dokter seperti; diazepam, phenobarbital, dll.
Untuk mencegah atau mengurangi kejang.
Catatan : Phenobarbital dapat menyebabkan respiratorius depresi dan sedasi.
4.      Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
Tujuan:
-          Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil:
-          Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C
INTERVENSI
RASIONALISASI
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam
suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan
Untuk mempertahankan suhu badan mendekati normal
Berikan kompres hangat
Untuk mengurangi demam dengan proses konduksi
Berikan selimut pendingin
Untuk mengurangi demam lebih dari 39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antipiretik
Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya di hipotalamus
5.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan:
-          Anak dapat mempertahankan fungsi sensori
Kriteria hasil:
-          Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya keterlibatan residual, mendemontrasikan perilaku untuk mengkompensasi terhadap hasil.
INTERVENSI
RASIONALISASI
Kaji tingkat kesadaran sensorik
Tingkat kesadaran sensorik yang buruk dapat meningkatkan resiko terjadinya injury
Kaji reflek pupil, extraocular movement, respon terhadap suara, tonus otot dan reflek-reflek tertentu
Penurunan reflek menandakan adanya kerusakan syaraf dan dapat berpengaruh terhadap keamanan pasien
Hilangkan suara bising
Menurunkan stimulan dari lingkungan
Bertingkah laku tenang, konsisten, bicara lambat dan jelas
Dapat membantu memudahkan pasien dalam berkomunikasi dan meningkatkan pemahaman anak
6.      Resiko (penyebaran) infeksi berhubungan dengan penurunan daya tahan terhadap infeksi
Tujuan:
-          Anak akan mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan dengan orang lain
INTERVENSI
RASIONALISASI
Pertahankan teknik aseptic dan cuci tangan baik pasien, pengunjung maupun staf
Menurunkan pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol penyebaran infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi (mis: individu yang mengalami infeksi saluran pernafasan atas)
Pantau dan catat teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi
Terapi obat akan diberikan secara terus menerus selama lebih dari 5 hari setelah suhu turun (kembali normal) dan tanda-tanda klinisnya jelas. Timbulnya tanda klinis terus merupakan indikasi perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai dengan berminggu-minggu atau berbulan-bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen/sepsis
Ubah posis pasien secara tertatur setiap 2 jam
Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernafasan
Catat karakteristik urine seperti warna, kejernihan dan bau
Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan resiko terhadap infeksi kandung kemih/ginjal/awitan sepsis
Kolaborasi dengan tim medis : pemberian antibiotic
Obat yang dipilih tergantung  infeksi dan sensitifitas individu.
Catatan: obat cranial mungkin diindikasikan untuk basillus gram negative, jamur, amoeba
7.      Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah
Tujuan:
-          Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada anak tidak
terjadi
Kriteria Hasil:
-          Masukan nutrisi adekuat
-          Tidak mengalami penurunan BB
INTERVENSI
RASIONALISASI
Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi
Berpengaruh terhadap pemilihan jenis makanan
Hindari makanan yang memperburuk mual dan muntah
Meminimalkan mual dan muntah
Anjurkan menyajikan diet dalam keadaan hangat
makanan hangat meminimalkan risiko muntah
Anjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan
Timbang BB setiap hari
Menunjukkan status nutrisi
Auskultasi bising usus
Menentukan respon makan atau berkembangnya komplikasi
Kolaborasi dengan tim gizi
Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan nutrisi pasien
8.      Ansietas berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung (hospitalisasi)
Tujuan:
-          Ansietas pasien berkurang
Kriteria Hasil:
-          Pasien/keluarga dapat mengikuti dan mendiskusikan rasa takut
-          Pasien/keluarga dapat mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang situasi
-          Pasien/keluarga tampak rileks dan tenang
-          Pasien/keluarga melaporkan ansietas berkurang
INTERVENSI
RASIONALISASI
Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien/keluarga
Gangguan kesadaran dapat mempengaruhi rasa takut tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi bagaimanainformasi tersebut dapat diterima individu
Berikan penjelasan hubungan proses penyakit dengan tanda gela
Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena ketidak tahuan serta dapat membantu menurunkan ansietas
Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatiandan berikan informasi mengenai prognosa penyakit
Penting untuk menciptakan kepercayaan karena diagnose meningitis mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan keyakinan kepada pasien dan juga keluarga
Libatkan pasien/keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-hari, membuat keputusan sebanyak mungkin
Meningkatkan perasaan control terhadap diri dan meningkatkan kemandirian
Lindungi privasi klien jika terjadi kejang
Memperhatikan kebutuhan privasi klien, memberikan peningkatan akan harga diri dan melindungi pasien dari rasa lalu


BAB III
PENUTUP
3.1    Kesimpulan
Meningitis merupakan peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat. Yang disebabkan oleh bakteri, virus, faktor maternal dan faktor imunologi. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak adalah meningitis serosa dan meningitis purulenta, sedangkan berdasarkan etiologinya meningitis dibedakan atas meningitis bakteri, meningitis virus dan meningitis jamur. Meningitis purulent adalah adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis dan Meningitis serosa ( bakteri ) merupakan peradangan yang disebabkan oleh organisme pada bakteri seperti meningococcus, staphylococcus, Baccilus influenza, Baccilus tubercula, Neiserria meningitides, sreptococus pnemoniae (pada dewasa), haimopilus influenza (pada anak-anak dan remaja).
3.2  Saran
1.         Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.
2.         Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan meningkatkan pola hidup yang sehat.


DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1989. Perawatan Bayi dan Anak.Jakarta: Depkes RI Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta: Salemba Medika
Ngastiyah. 1997.  Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC
Riyadi,Sujono.2010. Asuhan Keperawatan pada Anak Sakit.Yogyakarta: Gosyen Publising
Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed.8. Jakarta: EGC dalam http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei 2014
Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta: PT. Penerbitan Penebar Swadaya
Tucker, Susan Martin et al. 1998. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome.Ed. 5. Jakarta: EGC dalam http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-meningitis.html diakses pada 1 Mei 2014

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar