ASUHAN KEPERAWATAN GONOROE
A.
Konsep Medis
1.
Definisi
Gonore (GO) adalah penyakit menular seksual (PMS)
yang disebabkan oleh kuman yang bernama Neisseria Gonorrhoaea yang menginfeksi
lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum (usus bagian bawah), tenggorokan
maupun bagian putih mata (Gonorhoaea Conjungtiva). Gonore bisa menyebar melalui
aliran darah kebagian tubuh lainya terutama kulit dan persendian. Pada wanita,
gonore bisa naik ke saluran kelamin dan menginfeksi selaput didalam panggul
sehingga menimbulkan nyeri panggul dan gangguan reproduksi.
Selama beberapa abad bermacam nama telah digunakan
untuk mendeskripsikan infeksi yang disebabkan oleh N. gonorrhoeae ini diantaranya;
‘strangury’ yang digunakan oleh Hipocrates. Penamaan gonore sendiri diberikan
oleh Galen (130 SM) untuk menggambarkan eksudat uretra yang sifatnya seperti
aliran air mata (flow of seed) dan M. Neisser dikenalkan oleh Albert Neisser
yang menemukan mikroorganisme tersebut pada tahun 1879 dari pewarnaan apusan
yang diambil dari vagina, uretra dan eksudat konjungtiva.
2.
Etiologi
Gonorrhoeae adalah bakteri yang tidak dapat
bergerak, tidak memiliki spora, jenis diplokokkus gram negatif dengan ukuran
0,8 – 1,6 mikro. Bakteri gonokokkus tidak tahan terhadap kelembaban, yang
cenderung mempengaruhi transmisi seksual. Bakteri ini bersifat tahan terhadap
oksigen tetapi biasanya memerlukan 2-10% CO2 dalam pertumbuhannya di atmosfer. Bakteri ini membutuhkan zat besi
untuk tumbuh dan mendapatkannya melalui transferin, laktoferin dan hemoglobin.
Organisme ini tidak dapat hidup pada daerah kering dan suhu rendah, tumbuh
optimal pada suhu 35-37°C dan pH 7,2-7,6 untuk pertumbuhan yang optimal. Gonokokkus
terdiri dari 4 morfologi, type 1 dan 2 bersifat patogenik dan type 3 dan 4
tidak bersifat patogenik. Tipe 1 dan 2 memiliki pili yang bersifat virulen dan
terdapat pada permukaannya, sedang tipe 3 dan 4 tidak memiliki pili dan
bersifat non-virulen. Pili akan melekat pada mukosa epitel dan akan menimbulkan
reaksi radang.
3.
Tanda dan gejala
Pada pria, gejala awal biasanya timbul dalam
waktu 2-7 hari setelah terinfeksi. Gejalanya berawal sebagai rasa tidak enak
pada uretra, yang beberapa jam kemudian diikuti oleh nyeri ketika berkemih dan
keluarnya nanah dari penis. Penderita sering berkemih dan merasakan desakan
untuk berkemih, yang semakin memburuk ketika penyakit ini menyebar keuretra
bagian atas. Lubang penis tampak merah dan membengkak.
Pada wanita, gejala awal bisa timbul dalam
waktu 7-21 hari setelah terinfeksi. Penderita wanita seringkali tidak
menunjukkan gejala selama beberapa minggu atau bulan, dan diketahui menderita
penyakit ini hanya setelah mitra seksualnya tertular. Jika timbul gejala,
biasanya bersifat ringan. Tetapi beberapa penderita menunjukkan gejala yang
berat, seperti desakan untuk berkemih, nyeri ketika berkemih, keluarnya cairan
dari vagina dan demam. Infeksi bisa menyerang leher rahim, rahim, saluran
telur, indung telur, uretra dan rektum; menyebabkan nyeri pinggul yang dalam
atau nyeri ketika melakukan hubungan seksual. Nanah yang keluar bisa berasal
dari leher rahim, uretra atau kelenjar di sekitar lubang vagina.
Wanita dan pria homoseksual yang melakukan
hubungan seksual melalui anus (lubang dubur) bisa menderita gonore pada
rektumnya. Penderita merasakan tidak nyaman di sekitar anusnya dan dari rektumnya
keluar cairan. Daerah di sekitar anus tampak merah dan kasar, tinjanya
terbungkus oleh lendir dan nanah. Pada pemeriksaan dengan anaskop akan tampak
lendir dan cairan di dinding rektum penderita. Melakukan hubungan seksual
melalui mulut (oral sex) dengan seorang penderita gonore bisa menyebabkan
gonore pada tenggorokan (faringitis gonokokal). Biasanya infeksi ini tidak
menimbulkan gejala, tetapi kadang menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan.
Jika cairan yang terinfeksi mengenai mata maka bisa terjadi infeksi mata luar (konjungtivitis
gonore).
Bayi baru lahir bisa terinfeksi oleh gonore
dari ibunya selama proses persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua
kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah. Pada dewasa, bisa terjadi gejala
yang sama, tetapi seringkali hanya 1 mata yang terkena.Jika infeksi ini tidak
diobati bisa terjadi kebutaan. Penderita pria biasanya mengeluhkan sakit pada
waktu kencing. Dari mulut saluran kencing keluar nanah kental berwarna kuning
hijau. Setelah beberapa hari keluarnya nanah hanya pada pagi hari, sedikit dan
encer serta rasa nyeri berkurang. Bila penyakit ini tidak diobati dapat timbul
komplikasi berupa peradangan pada alat kelamin. Pada wanita, penyakit ini tidak
menunjukkan gejala yang jelas atau bahkan tidak menimbulkan keluhan sama sekali,
sehingga wanita mudah menjadi sumber penularan GO. Kadang penderita mengeluh keputihan
dan nyeri waktu kencing.
4.
Komplikasi
Dapat timbul komplikasi berupa bartolitis,
yaitu membengkaknya kelenjar Bartholin sehingga penderita sukar jalan karena
nyeri. Komplikasi dapat ke atas menyebabkan kemandulan, bila ke rongga perut
menyebabkan radang di perut dan usus. Selain itu baik pada wanita atau pria
dapat terjadi infeksi sistemik (seluruh tubuh) ke sendi, jantung, selaput otak
dan lain-lain. Pada ibu hamil, bila tidak diobati, saat melahirkan mata bayi
dapat terinfeksi, bila tidak cepat ditangani dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi
kadang menyebar melalui aliran darah atau beberapa sendi, dimana sendi menjadi
bengkak dan sangat nyeri, sehingga pergerakannya menjadi terbatas. Infeksi
melalui aliran darah juga bisa menyebabkan timbulnya bintik-bintik merah berisi
nanah di kulit, demam, rasa tidak enak badan atau nyeri di beberapa sendi yang
berpindah dari satu sendi kesendi lainnya (sindroma artritis-dermatitis). Bisa
terjadi infeksi jantung (endokarditis). Infeksi pembungkus hati (perihepatitis)
bisa menyebabkan nyeri yang menyerupai kelainan kandung empedu.
5.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan mikroskopik terhadap nanah dimana ditemukan bakteri penyebab
gonore. Jika pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan bakteri, maka
dilakukan pembiakan di laboratorium. Jika diduga terjadi infeksi tenggorokan
atau rektum, diambil contoh dari daerah ini dan dibuat biakan.
6. Pengobatan
a. Medikamentosa
Gonore biasanya diobati dengan suntikan tunggal
seftriakson intramuskuler (melalui otot) atau dengan pemberian antibiotik
per-oral (melalui mulut) selama 1 minggu (biasanya diberikan doksisiklin). Jika
gonore telah menyebar melalui aliran darah, biasanya penderita dirawat di rumah
sakit dan mendapatkan antibiotik intravena (melalui pembuluh darah, infus).
·
Walaupun semua gonokokus
sebelumnya sangansensitif terhadap penicilin, banyak ‘strain’ yang sekarang
relatif resisten. Terapi penicillin, amoksisilin, dan tetrasiklin masih tetap merupakan
pengobatan pilihan.
·
Untuk sebagian besar infeksi,
penicillin G dalam aqua 4,8 unit ditambah 1 gr probonesid per- oral sebelum
penyuntikan penicillin merupakan pengobatan yang memadai.
·
Spectinomycin berguna untuk
penyakit gonokokus yang resisten dan penderita yang peka terhadap penicillin.
Dosis: 2 gr IM untuk pria dan 4 gr untuk wanita.
·
Pengobatan jangka panjang
diperlukan untuk endokarditis dan meningitis gonokokus.
b. Non-medikamentosa
Memberikan pendidikan kepada klien dengan
menjelaskan tentang:
·
Bahaya penyakit menular
seksual
·
Pentingnya mematuhi
pengobatan yang diberikan
·
Cara penularan PMS dan
perlunya pengobatan untuk pasangan seks tetapnya
·
Hindari hubungan seksual sebelum
sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindari.
·
Cara-cara menghindari infeksi
PMS di masa yang akan datang.
7.
Patogenesis
Meskipun telah banyak peningkatan dalam
pengetahuan tentang patogenesis dari mikroorganisme, mekanisme molekular yang
tepat tentang invasi gonokokkus ke dalam sel host tetap belum diketahui. Ada
beberapa faktor virulen yang terlibat dalam mekanisme perlekatan, inflamasi dan
invasi mukosa. Pili memainkan peranan penting dalam patogenesis gonore. Pili
meningkatkan adhesi ke sel host, yang mungkin merupakan alasan mengapa gonokokkus
yang tidak memiliki pili kurang mampu menginfeksi manusia. Antibodi antipili memblok
adhesi epithelial dan meningkatkan kemampuan dari sel fagosit.
Juga diketahui bahwa ekspresi reseptor
transferin mempunyai peranan penting dan ekspresi full-length
lipo-oligosaccharide (LOS) tampaknya perlu untuk infeksi maksimal.2,3,8,9.
Daerah yang paling mudah terinfeksi ialah daerah epitel kolumnar dari uretra
dan endoserviks, kelenjar dan duktus parauretra pada pria dan wanita, kelenjar Bartolini,
konjungtiva mata dan rectum. Infeksi primer yang terjadi pada wanita yang belum
pubertas terjadi di daerah epitel skuamosa dari vagina.
B.
Konsep Keperawatan
a.
Pengkajian
1.
Identitas
Nama,
umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, pekerjaan, pendidikan, status
perkawinan, alamat, tgl MRS, dll.
2.
Keluhan utama
Biasanya
nyeri (saat kencing).
3.
Riwayat penyakit dahulu
Tanyakan
apakah pasien pernah menderita penyakit berat (sinovitis, artritis).
4.
Riwayat penyakit sekarang
P = Tanyakan
penyebab terjadinya infeksi
Q =
Tanyakan bagaimana gambaran rasa nyeri tersebut.
R =
Tanyakan pada daerah mana yang sakit, apakah menjalar,,,
S = Kaji
skala nyeri untuk dirasakan
T =
Kapan keluhan dirasakan.
5.
Riwayat kesahatan keluarga
Tanyakan
pada klien apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama
seperti yang diderita sekarang.
6.
Pemeriksaan fisik
a.
Tingkat kesadaran
b.
Pengkajian Persistem
·
Sistem integumen
Biasanya
terjadi inflamasi jaringan sekitar uretra, genital lesions dan skin rashes.
·
Sistem kardivaskuler
·
Kaji apakah bunyi jantung
normal/ mengalami gangguan
·
Sistem pernapasan
·
Amati pola pernapasan
·
Auskultasi paru-paru
·
Kaji faring, apakah ada
peradangan/tidak.
·
Sistem penginderaan
Kaji
konjungtiva, apakah ada peradangan/ tidak.
·
Sistem pencernaan
·
Kaji mulut dan tenggorokan
termasuk toksil
·
Apakah terdapat diare/ tidak
·
Sistem perkemihan
Biasanya
pasien mengalami disuria dan kadang – kadang ujung uretra disertai darah.
·
Sistem Muskuluskeletal
Biasanya
pasien tidak mengalami kesulitan bergerak.
·
Anus
Biasanya
pasien mengalami inflamasi jaringan akibat infeksi
7.
Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
·
Kebutuhan nutrisi
Kaji
intak dan out put nutrisi dan cairan.
(biasanya
kebutuhan nutrisi tidak terganggu).
·
Kebutuhan eliminasi
Kaji
frekuensi, warna, dan bau urin (isak)
·
Kebutuhan alvi
Kaji
warna, konsistensi, dan bau.
·
Kebutuhan aktivitas
Klien
dengan GO biasanya aktivitasnya sering tergangu.
·
Kebutuhan kebersihan diri
·
Kaji berapa kali mandi, gosok
gigi, mencuci rambut dan memotong kuku.
·
Klien dengan GO harus selalu
menjaga kebersihan dan kesehatan diri.
8.
Pengkajian psikososial dan spiritual
·
Psikologis : biasanya pasien
merasa gelisah dan distres adanya ketakutan.
·
Sosial : biasanya pasien
merasa kesepian dan takut ditolak dalam pergaulan
·
Spiritual : bagaimana ibadah
pasien selama sakit.
PENYIMPANGAN KDM
NEISSERIA GONORHOE
Kontak seksual (anus, orogenitas, genital)
Infeksi mukosa rektum, endoserviks faring uretra dan konjungtiva
(saluran anus dan neonatus)
Infeksi
♂(prostat,
vasdeferens, vesikula seminalis, epididimis dan testis )
♀(kelenjar
skene, bartholn, endometrium, tuba valopi, dan ovarium)
GONORE
|
Inflamasi
jaringan
Lesi- lesi/gatal-gatal perubahan status kesehatan
Stimulus
serabut saraf nyeri penurunan sistem
imun menarik diri dari sosial kurangnya informasi dan pendidikan
Trauma impuls saraf ketidakseimbangan ST perasaan malu masalah
penyakit yg terjadi
Kemedulla
spinalis mudahnya mikroorganisme
masuk ISOLASI
SOSIAL RESIKO INFEKSI
Saraf pusat dalam sabagian dan seluruh
tubuh
Respon nyeri RESIKO INFEKSI
NYERI penurunan produksi energi
Kelemahan tubuh dan otot dan tanpa gairah
INTOLERANSI AKTIVITAS
b.
Diagnosa dan Intervensi
1.
Nyeri berhubungan dengan inflamasi jaringan.
Tanda-
tanda:
· Merintih dan terengah-engah
· Gelisah dan memejamkan mata
· Tidur satu arah dengan posisi tertentu.
Kriteria
hasil
· Setelah dilakukan asuhan keperawatan nyeri berkurang/hilang.
Intervensi
1.
Kaji keluhan nyeri,
perhatikan lokasi intensitas (skala 1-10) frekuensi dan waktu.
Rasional
:
Mengidentifikasikan
kebutuhan untuk intervensi dan tanda-tanda perkembangan komplikasi.
2.
Dorong pengungkapan perasaan
Rasional
:
Mengurangi
rasa takut dan ansietas sehingga mengurangi persepsi akan intensitas rasa
sakit.
3.
Berikan tindakan kenyamanan
misal : perubahan posisi tubuh.
Rasional
:
Meningkatkan
relaksasi/ menurunkan tegangan otot.
4.
Dorong penggunaan teknik
relaksasi mis: bimbingan imajinasi, visualisasi latihan nafas dalam.
Rasional
:
Memfokuskan
kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan
koping.
5.
Kolaborasi dengan tenaga
medis dan pemberian analgesik.
Rasional:
Mempercepat
proses penyembuhan.
2.
Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan
imunodefisiensi
Tujuan:
• Tidak
adanya infeksi
• Bebas
dari tanda-tanda infeksi
Intervensi
:
Mandiri
:
1.
Lakukan pemeriksaan pada
cairan tubuh untuk mengetahui adanya darah pada urine, feses,dan cairan muntah.
Rasional
:
Mempercepat deteksi adanya perdarahan /penantauan awal
dari terapi mungkin dapat perdarahan kritis.
2.
Amati/laporkan
epistaksis,hematoria, perdarahan vaginal non –menstruasi atau pengeluran darah
melalui lesi/orisium tubuh/daerah penusukan terapi intravena.
Rasional
:
Perdarahan
spontan mengindikasikan trombositopenia imun.
3.
Pantau perubahan tanda-tanda
vital dan warna kulit, mis: tekanan
darah, denyut nadi,pernapasan, pucat kulit/perubahan warna
Rasional
:
Timbulnya
perdarahan/hemoragi dapat menunujukan adanya kegagalan sirkulasi atau syok
4.
Pantau perubahan tingkat
kesadaran, dan gangguan penglihatan.
Rasional
:
Perubahan
dapat menunjukan adanya peradarahan otak
5.
Kolaborasi : Tinjau ulang
pemeriksaan laboratorium mis: PT, PTT, waktu pembekuan, trombosit, HB/HT
Rasional
:
Mendeteksi
gangguan kemampuan pembekuan, mengidentivikasi kebutuhan terapi.
6.
Kolaborasi : Hindarkan
penggunaan produk asipirin
Rasional
:
Mengurangi
agregasi trombosit,ketidakseimbangan/perpanjangan proses koagulasi
3.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan produksi energi
ditandai dengan ketidakmampuan untuk mempertahankan rutinitas sehari-hari,
kelemahan otot, kelesuhan, tanpa gairah.
Tujuan :
-
Berpartisipasi dalam
aktivitas yang diinginkan.
-
Toleran dalam aktivitas
keseharian.
-
Peningkatan energi.
Intervensi :
1.
Kaji pola tidur dan catat
perubahan dalam proses berpikir dan perilaku
Rasional
:
Berbagai
faktor dapat meningkatkan kelelahan, termasuk kurang tidur, penyakit SSP,
tekanan emosi dan efek samping obat-obatan.
2.
Rencanakan perawatan untuk
menyediakan fase istrahat, atur aktivitas pada waktu pasien sangat berenergi.
Ikutsertakan pasien/orang terdekat pada penyusunan rencana.
Rasional
:
Periode
istrahat yang sering sangat dibutuhkan dalam memperbaiki/menghemat energi.
Perencanaan akan membuat pasien menjadi aktif pada waktu dimana tingkat energi
lebih tinggi, sehingga dapat memperbaiki perasaan sehat dan kontrol diri.
3.
Dorong masukan nutrisi.
Rasional
:
Pemasukan
penggunaan nutrisi adekuat sangat penting bagi kebutuhan energi untuk
akrtivitas.
4.
Kolaborasi : Berikan oksigen
tambahan sesuai dengan petunjuk.
Rasional
:
Adanya
hipoksemia mengurangi persediaan oksigen untuk ambilan selular dan menunjang kelelahan.
4.
Isolasi sosial yang berhubungan dengan rasa takut akan penolakan
diri.
Tanda
–tanda:
-
Tampak depresi, cemas, atau
marah
-
Ketidakmampuan untuk
konsentrasi dan membuat keputusan tak berguna.
Kriteria hasil :
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan dapat mengekspresikan
kesedihannya.
Intervensi:
1.
Anjurkan pasien untuk ikut
serta dalam aktvitas yang disukai
Rasional
:
Membantu
pasien menemukan kesenangan dan makna beraktivitas.
2.
Anjurkan pasien untuk kontak
dengan orang yang tidak menolaknya.
Rasional:
Memberikan
pasien kesempatan untuk membina hubungan saling percaya dan berbagai perasaan.
5.
Risiko penularan b.d kurang pengetahuan tentang sifat menular dari
penyakit
Tujuan:
Dapat meminimalkan terjadinya penularan penyakit pada orang lain.
Intervensi:
Berikan pendidikan kesehatan kepada klien dengan menjelaskan
tentang:
-
Bahaya penyakit menular
-
Pentingnya memetuhi
pengobatan yang diberikan
-
Jelaskan cara penularan PMS
dan perlunya untuk setia pada pasangan
-
Hindari hubungan seksual
sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat menghindarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Lachlan, MC. 1987. Buku Pedoman Diagnosis dan Penyakit Kelamin.
Ilmiah Kedokteran: Yogyakarta.
Natadidjaja, hendarto. 1990. Kapita Selekta Kedokteran. Bina Rupa
Aksara: Jakarta.
Prof. DR. Djuanda, Adhi. 1999. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 3. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
Wikinson, Judith M. 2006. Buku saku DIAGNOSIS KEPERAWATAN. Penerbit
buku kedokteran EGC.
http://viethanurse.wordpress.com/2009/02/27/asuhan-keperawatan-klien-dengan-gonorrhea/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar