Selasa, 05 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CAMPAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT CAMPAK



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
       Dahulu, selama berabad-abad, campak ( rubeola, morbili ), merupakan penyakit menular masa kanak-kanak yang paling umum. Walaupun campak tidak umum lagi di Negara yang memberikan vaksin secara luas, tetapi ketimpangan antara Negara maju dan Negara lain yang kurang perawatan kesehatan untuk bayi dan anak sangat mencolok. UNICEF memperkirakan lebih dari 1 juta kematian setahun disebabkan oleh campak dan komplikasinya pada anak di Negara berkembang di seluruh dunia.
       Menurut data SKRT  ( 1996 ) insiden campak pada balita sebesar 528/10.000. angka tersebut jauh lebih rendah disbanding tahun 1982 sebelum program imunisasi campak dimulai, yaitu 8000/10.000 pada anak umur 1-15 tahun. Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan insiden campak. Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung turun pada ssemua umur. Pada bayi ( < 1 tahun ) dan anak umur 1-4 tahun terjadi penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relative landai.
       Saat ini programpemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap eliminasi dan akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap eliminasi, penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya penjamunya adalah manusia.
       Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang, komplikasi penyakit campak, serta asuhan keperawatan dari penyakit campak itu sendiri.
B.     Tujuan penulisan
                   1.         Tujuan Umum
a.       Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa medis campak.
                   2.         Tujuan Khusus
a.       Mahasiswa mengetahui pengkajian pada pasien campak.
b.      Mahasiwa mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien campak.
c.       Mahasiswa mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien campak.
d.      Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah dibuat pada pasien campak.
e.       Mahasiswa dapat mengevaluasi pasien campak.
  
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Anatomi fisiologi
         1.         Anatomi kulit.
                        Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
            Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
a.       Epidermis
       Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
       Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1.      Stratum Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2.      Stratum Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3.      Stratum GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel Langerhans.
4.      Stratum Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5.      Stratum Basale (Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung melanosit.
        Fungsi Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
b.      Dermis
       Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
                                          1.         Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
                                          2.         Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan ikat padat.
        Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan tampak mempunyai banyak keriput.
        Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Fungsi Dermis : struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon inflamasi
c.       Subkutis
       Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
       Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.


Gambar 1 : penampang kulit.
 
 

         2.         Vaskularisasi Kulit
                        Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis, tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran epidermis
         3.         Fisiologi Kulit
                        Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
                        Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan mempertahankan panas.
B.     Definisi
a.       Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk mukolo papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 380c ata lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah. ( WHO )
b.      Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. ( ilmu kesehatan anak 2:624 )
c.       Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis ( peradangan selaput ikat mata / konjungtiva ) dan ruam kulit.
C.    Etiologi
       Virus campak adalah anggota genus Morbillivirus dari family paramiksovirus. Penyakit pada anjing, rinderpest ( plak ternak ), dan hewan pemamah biak peste des petiis adalah morbillovirus lain yang memberikan derajat keterkaitan imunologi yang jelas dengan campak, memberikesan adanya suatu jalur evolusi bersama lebih awal dalam hal kemunculannya pada pejamu yang spesifik ( anjing, ternak, kambing, manusia ).
Gambar 2 : virus campak.
 
      
      
Add caption
       Virus campak mempunyai RNA untai lurus negative di dalam kapsid heliks protein yang tertutup oleh membrane luar lemak dan protein. Virionnya adalah pleomorfik, dengan diameter antara 100-250 nm. Enam protein structural telah ditemukan  dan fungsinya terlibat dalam beberapa sifat  khas virus yang telah diketahui ( table 2-1 ). Virus sangat tidak tahan panas tetapi hidup dalam jangka waktu lama pada temperature rendah. Virus campak memperbanyak diri dalam berbagai cara, baik dibiakan sel primer maupun dibarisan yang stabil; sel yang berasal dari manusia dan monyet paling dapat dipercaya untuk isolasi virus permulaan tetapi setelah beberapa kali isolasi, virus mudah berbiak dalam biakan jaringan spesies lain.
       Perubahan morfologi biakan sel yang dipicu oleh virus campak ditandai dengan pembentukan sel raksasa berinti besar dan banyak atau pembentukan inklusi sinsitium dan eusinofil didalam nucleus dan sitoplasma, yang sangat mirip dengan yang diamati di specimen sitologi yang diambil dari secret traktus respiraturius dan banyak jaringan penderita campak.
       Antibodi muncul di dalam serum 12-15 hari setelah infeksi pada manusia atau hewan percobaan. Antibodi itu menetralisasi kerja virus secara spesifik, memfiksasi komplemen dengan antigen virus dan menghambat hemaglutinasi dan hemolisis oleh virus. Tidak terbukti adanya perbedaan antigen yang bermakna pada strain campak selama 40 tahun ini. Keseragaman ini berkaitan dengan sangat jarang terjadinya serangan kedua pada penyakit ini.


Table 2-1. protein virus campak
 
 

L
Protein interna ( Large )
P
Protein interna yang berhungan dengan polymerase RNA.
NP
Nucleoprotein yang melindungi RNA virus.
F
Factor penggabungan ( fusi ) dan aktifitas hemolisis.
H
Hemaglutinasi dan adsorbs.
M
Protein matriks membrane interna.
D.    Patologi
       Reaksi seluler terutama monositik, hyperplasia limfoid yang tersebar luas di adenoid, tonsil, timus, limpa, plak peyer, apendiks dan nodus limfatikus sangat khas, di dalam focus yang sedang aktif ini ditemukan sel besar dengan nucleus multiple. Sel yang mengandung inklusi juga ditemukan di trakea, bronkus dan bronkiolus. Dengan dikenainya lapisan mukosa saluran pernapasan ini, maka epitel yang terkena rontok kedalam saluran bersama dengan makrofag, lender dan debris sel. Eksudat mononuclear peribronkus meluas keberbagai derajat dengan pola intertisial dan terlihat makrofag di dinding alveolus.
       Di kulit, nekrosis hialin dini sel epidermis diikuti oleh eksudasi serum perivaskuler, proliferasi sel endotel dan nekrosis element epitel. Lesi di daerah bukal ( bintik koplik ) terbentuk sebagai nekrosis setempat pada epitel basal kelenjar sub mukosa, dengan berkumpulnya sel bundar dan pembentukan vesikel.
       Jika terjadi ensefalomielitis setelah campak, terjadi serangan dimielinasi perivaskuler yang menonjol terutama di substantia alba juga dilapisan korteks lebih dalam. Bedungan perivaskuler sel microglia, limfosit dan sel plasma jelas terlihat disekitar vena kecil, yang sel endotelnya membengkak.
E.     Patofisiologi
       Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak. Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari secret nasofaring pasien campak. Di tempat masuk kuman, terjadi periode pendek perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh viremia primer singkat bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk menyebar ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid. Viremia sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal klinis dan perluasan virus. Sejak saat itu  ( kira-kira 9 sampai 10 hari setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus juga dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.pasien paling mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5 sampai 6 hari. Dengan mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi awal ), perbanyakan virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine, tempat virus bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum yang ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa hari kemudian karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi melintasi barisan sel epitel traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis media, bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.
       Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinalis dan 50% memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit. Namun, hanya 0,1% yang memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis. Beberapa hari setelah serangan akut, terlihat kelainan system saraf pusat, saat serum antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi dapat dideteksi.hal ini diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus campak dari system saraf pusat beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak primer menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut tentang interaksi virus dengan system saraf pusat, baik secara akut maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai ensefalitis virus campak lambat.
       Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan imunisasi campak akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya. Kekebalan ini akan bertahan selama satu tahun pertama setelah anak dilahirkan. Oleh karena itu, jarang sekali kita jumpai bayi ( khususnya yang berusia dibwah 5 bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang pernah menderita campak akan menjadi kebal seumur hidupnya.
F.     Manifestasi klinis
       Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium, yaitu :
a.       Stadium Kataral ( Prodromal ).
       Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi campak, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat macula halus yang kemudian menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leucopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak dengan penderita campak dalam waktu  2 minggu terakhir.
b.      Stadium Erupsi
       Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula beercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk macula papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya. Terdapat pembersaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan dibawah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari campak yang biasa ini adalah “ black measles” yaitu campak yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
c.       Stadium Konvalensi
       Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua ( hiperpigmentasi ) yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi.
G.    Diagnosis Banding
a.       German measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar di daerah suboksipitalis, servikal bagian posterior, belakang teling.
b.      Eksantema subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal.
H.    Pemeriksaan Penunjang
a.       Serologi
       Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
b.      Patologi anatomi
       Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata, senterum germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti banyak yang tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak ). Pada bercak koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c.       Darah tepi
       Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d.      Pemeriksaan antibody IgM anti campak.
e.       Pemeriksaan untuk komplikasi
       Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap), bronkopneumonia ( dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah ).
I.       Komplikasi
       Bermacam-macam komplikasi bisa ditemukan selama stadium akut campak atau segera sesudah itu. Yang terkena paling sering adalah traktus respiraturius, tetapi gastroenteritis berat juga terjadi. Laringotrakeobronkitis berat ( croup ) bisa menyebabkan sumbatan aliran udara sehingga memerlukan trakeostomi, terutama pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bronkiolitis bisa menimbulkan sumbatan jalan napas bagian bawah yang berat. Pneumonia yang jarang tetapi selalu fatal, yaitu pneumonia interstisialis ( pneumonia sel raksasa ) telah ditemukan pada anak dengan tanggap imun lemah, termasuk pada anak yang menderita AIDS, yang menderita infeksi campak persisten progresif tanpa eksantema yang khas dan disertai kegagalan yang unikuntuk membentuk antibody campak yang spesifik. Gambaran radiografi yang menunjukkan gambaran interstisial yang jelas keluar dari kedua daerah hilus. Virus campak dapat diambil berulang kali dari sputum atau dari hapusan nasofaring diwarnai. Usaha untuk mengobati atau mencegah komplikasi ini belum berhasil.
       Keratokonjungtivitis asimtomatik jinak yang menyertai campak dapat memetap selama 4 bulan ; lesi dapat dilihat hanya dengan biomikroskop lampu cerah. Terjadi lesi kornea yang lebih berat pada pasien campak yang kurang gizi. Kelainan elektrokardiografi yang sementara umum terjadi, tetapi jarang terjadi miokarditis yang sebenarnya. Limfadenopati difus yang menyertai campak mengenai nodus mesenterium dan dianggap menimbulkan nyeri abdomen yang umum terjadi. Gejala dan tanda penyakit yang identik dengan apendiksitis akut bisa mengakibatkan intervensi operasi selama periode prodromal.
       Komplikasi akibat bakteri terutama akibat invasi traktus respiraturius menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi ini bisa disebabkan oleh streptokokus β-hemolitikus, pneukokokus, H.influensa tipe B, atau stafilokokus. Peribronkitis dan pneumotitis interstisial terjadi pada hampir semua pasien campak dan sembuh dengan cepat setelah timbulnya ruam dan turun demam. Puncak demam kedua atau kegagalan turunnya puncak demam pertama setelah erupsi mencapai puncak menandakan infeksi bakteri sekunder. Terlihatnya leukositosis perifer yang bergeser kekiri memastikan hal itu. Radiografi dada dapat menunjukkan bronkopenumonia atau gambaran pneumonia segmental atau lobar. Apusan atau biakan sputum, aspirasi trakea, cairan pleura, darah, atau bahan sesuai lainnya, akan membantu menemukan penyebab dan memilih obat antimikroba yang tepat. Usaha mencegah infeksi bakteri sekunder dengan memberikan antibody “profilaksis” dalam stadium kataralis tidak memberikan hasil. Komplikasi bakteri lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak yang kekurangan protein.
       Dari sindrom yang dapat timbul sesudah campak, yang paling menakutkan adalah berbagai komplikasi system saraf pusat.sejauh ini yang paling umum adalah ensefalomielitis, tetapi ensefalopati toksik, neuritis retrobulbar, tromboflebitis vena serebralis, hemiplegic akibat infark vaskuler dan paralisis asending dengan polineuropati juga pernah ditemukan.
       Ensefalopati toksik muncul dengan kecepatan tinggi pada puncak demam dan ruam, tetapi manifestasi system saraf pusat lainnya yang lebih umum menjadi tampak setelah serangan penyakit akut, setelah periode penyembuhan yang berakhir dalam 2 hari atau lebih. Kejang, perubahan kesadaran, dan perubahan tiba-tiba menjadi koma, sering menandai awitan ensefalomielitis; demam kembali timbul, dan terjadi leukositosis perifer yang jelas. Angka kematian berkisar antara 10 sampai 25% dan sekuele yang bermakna berupa kelainan motorik, intelek dan emosi terjadi pada 20 sampai 50% penderita yang selamat dari kematian.
       Selama vase viremia campak awal, terjadi trombositopenia yang tidak cukup berat untuk menyebabkan perdarahan spontan, tetapi hal itu memperlihatkan kerusakan megakariosit oleh virus. Komplikasi pasca infeksi lain yang jarang dan tidak dapat diterangkan adalah purpura trombositopenik, yang terjadi 4 sampai 14 hari setelah ruam dan bisa menimbulkan purpura kulit yang hebat, perdarahan genitourinarius dan gastrointestinalis, serta epistaksis. Kortikosteroid memberikaan kesembuhan segera dengan berhentinya perdarahan dan kembalinya dengan mantap hitung trombosit menjadi normal. Respon ini menguatkan konsep bahwa komplikasi ini mungkin suatu fenomena autoimun.
       Efek buruk campak terhadap beberapa penyakit dasar tidak diketahui dengan jelas. Keaktifan kembali atau eksaserbasi tuberculosis selama serangan campak beberapa kali ditemukan. Satu hal yang menyebabkan kekurangan kekebalan seluler adalah hilangnya hipersensitivitas kulit terhadap tuberkuloprotein ( dan antigen lain ) yang terjadi karena campak dan menetap selama beberapa minggu setelah itu, jadi reactor positif sebelumnya bisa menghasilkan test kulit negative. Kerusakan traktus respiraturius dapat menjelaskan memburuknya keadaan pasien yang sedang menderita fibrosis kistik. Bayi dengan defisiensi protein dalam dietnya bisa jatuh ke kwashiorkor berat saat diserang campak sebagai akibat menurunnya asupan melalui oral, meningkatnya kehilangan melalui gastrointestinal dan keseimbangan nitrogen negative dari infeksi. Berbeda dengan efek samping yang tidak disukai ini, campak kadang-kadang dapat memicu dieresis yang baik pada anak yang menderita sindrom nefrotik refrakter.
       Campak saat masa gestasi, walaupun jarang bisa mengindusi kelahiran premature, bayi lahir mati atau abortus tetapi tidak dengan meningkatnya insiden malformasi congenital.
J.      Penatalaksanaan
         1.         Penatalaksanaan Medis
                        Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang tidak mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus campak invitro, tidak terlihat hasil yang nyata pada pemberian invivo. Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk demam tinggi dan obat penekan batuk mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian pengobatan yang lebih spesifik seperti pemberian anti mikroba yang tepat harus digunakan untuk mengobati komplikasi infeksi bakteri sekunder.
                        Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO menganjurkan supplement vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan defisiensi vitamin A. supplement vitamin A juga telah memperlihatkan penurunan frekuensi dan keparahan pneumonia dan laringotrakeobronkitis akibat kerusakan virus campak pada epitel traktus respiraturius bersilia. Pada bayi usia di bawah 1 tahun diberi vitamin A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien lebih tua diberikan 200.000 IU. Dosis ini diberikan segera setelah diketahui terserang campak. Dosis kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan vitamin A dimata dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.
         2.         Penatalaksanaan Keperawatan
                        Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Selain itu sering menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk sehingga mudah sekali mendapatkan komplikasi terutama bronkopneumonia. Pasien campak dengan bronkopnumonia perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan perawatan yang yang memadai              ( kadang perlu infuse atau oksigen ). Masalah yang perlu diperhatikan  ialah kebutuhan nutrisi, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa aman nyaman, risiko terjadinya komplikasi.
a.       Kebutuhan Nutrisi
       Campak menyebabkan anak menderita malaise dan anoreksia. Anak sering mengeluh mulut pahit sehingga tidak mau makan atau minum. Demam yang tinggi menyebabkan pengeluaran cairan lebih banyak. Keadaan ini jika tidak diperhatikan agar anak mau makan ataupun minim akan menambah kelemahan tubuhnya dan memudahkan timbulnya komplikasi.
b.      Gangguan suhu tubuh
       Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang disebabkan infeksi virus ini pada akhirnya akan turun dengan sendirinya setelah campaknya keluar banyak, kecuali bila terjadi komplikasi demam akan tetap berlangsung lebih lama. Untuk menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan jika tinggi sekali diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya kejang.
c.       Gangguan rasa aman nyaman
       Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak enak badan, pusing, mulut terasa pahit dan kadang muntah-muntah. Biasanya anak juga tidak tahan meluhat sinar karena silau, batuk bertambah banyak dan akan berlangsung lebih lama dari campaknya sendiri. Anak kecil akan sangat rewel, pada waktu malam anak sering minta digendong saja. Jika eksantem telah keluar anak akan merasa gatal, hal ini juga menambah gangguan aman dan kenyamanan anak. Untuk mengurangi rasa gatal tubuh anak dibedaki dengan bedak salisil 1% atau lainnya ( atas resep dokter ). Selama masih demam tinggi jangan dimandikan tetapi sering-sering dibedaki saja.
d.      Resiko terjadinya komplikasi
       Campak sering menyebabkan daya tahan tubuh sangat menurun. Hal ini dapat dibuktikan dengan uji tuberculin yang semula positif berubah menjadi negative. Ini menunjukkan bahwa antigen antibody pasien sangat kurang kemampuannya untuk bereaksi terhadap infeksi. Oleh karena itu resiko terjadinya komplikasi lebih besar terutama jika keadaan umum anak kurang baik, seperti pada pasien dengan malnutrisi atau dengan penyakit kronik lainya.
K.    Pencegahan
a.       Imunisasi Pasif
                        IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah gambaran klinis dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan harus segera diberi IG 0,25 ml/kg BB, untuk mencegah campak. Bila telah berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat diandalkan untuk mencegah maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang dimodifikasi globulin memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas memanjang dan berbagai keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebagai sumber penular potensial pada individu yang berkontak dengan mereka. Oleh karena sifat kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti oleh iminisasi aktif dalam 3 bulan setelah itu. Karena dosis besar immunoglobulin saat ini sering deberikan untuk pencegahan atau pengobatan sejumlah gangguan ( misal infeksi HIV, penyakit Kawasaki, trombositopenia imun, hepatitis B dan profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang dianjurkan sebelum vaksin virus campak. Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk dan jumlah globulin yang diberikan.
b.      Imunisasi Aktif
                        Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular dan tidak ada hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder dan komplikasi neurologi.
                        Efek profilaksis vaksin hidup yang diberika mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan menimbilkan reaksi ringan. Respon demam yang terjadi pada 5 sampai 15% anak memberikan sedikit rasa tidak nyaman, toksisitas atau ketidakmampuan. Eksantem yang dimodifikasi dengan berbagai bentuk bisa terjadi setelah serangan demam pada kurang dari 5% pasien yang divaksinasi. Observaasi terus menerus pada anak yang mendapat vaksin hidup 20 sampai 25 tahun yang lalu memperlihatkan antibody menetap dan efek protektif yang lebih baik dibandingkan dengan yang menderita campak secara alami.
                       1.         Vaksin
Pada tahun 1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu :
a.       Vaksin yang berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonston B ).
b.      Vaksin yang berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada dalam larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium ).
                       2.         Dosis dan cara pemakaian
     Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20 TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik. Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan secra intramuscular. Daya proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
                       3.         Reaksi KIPI
     Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang pada seseorang yang telah memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan valsin campak dari virus yang dimatikan. Kejadian KIPI imunisasi campak telah menurun dengan digunakanya vaksin campak yang dilemahkan. Gejala KIPI berupa demam yan lebih dari 39,50c yang terjadi pada 5-15% kasus, demam mulaidijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari. Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam.
     Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan modified measles akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh imunisasi pada saat masa inkubasi penyakit alami. Reaksi KIPI berat jika ditemukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti ensefalitis dan ensefalopati pasca diimunisasi.
                       4.         Imunisasi Ulangan
     Penelitian di jogyakarta, Ambon, dan Palu oleh Badan Lingkes Depkes & Kesos mengenai kadar IgG pada 200 anak sekolah per provinsi pada tahun 1998, menunjukkan status antibody campak hanya mencapai 71,9% sehingga pada umur 6-11 tahun jumlah anak yang rentan pada infeksi campak cukup tinggi yaitu 26-32,6%. Atas dasar penelitian tersebut ulangan imunisasi campak diberikan pada usia masuk sekolah ( umur 6-7 tahun ) melalui program BIAS.
     Imunisasi ulang dianjurkan juga dalam situasi tertentu, misalnya :
a.       Mereka yang memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa potensi vaksin yang digunakan kurang baik ( tampak peningkatan insiden kegagalan vaksinasi ). Pada anak-anak yang memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak disarankan mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan merupakan kontra indikasi.
b.      Apabila terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD, SLTP dan SLTA dapat diberikan imunisasi ulang.
c.       Setiap orang yang pernah imunisasi vaksin campak yang virusnya sudah dimatikan ( vaksin inaktif ).
d.      Setiap orang yang pernah memperoleh imunoglobulin.
e.       Seseorang tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya.
                       5.         Kontra Indikasi
     Kontra indikasi imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan immunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah.



 




























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN “ CAMPAK ”
A.    Pengkajian
       Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai 2 kegiatan pokok yaitu :
         1.         Pengumpulan Data
a.       Anamnese
a)      Identitas penderita
Meliputi nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th dengan status gizi yang kurang dan sering mengalami penyakit infeksi, jenis kelamin (L dan P pervalensinya sama), suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis.
b)      Keluhan utama
Anak masuk rumah sakit biasanya dengan keluhan adanya eritema dibelakang telinga, di bagaian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah, badan panas, enantema ( titik merah ) dipalatum durum dan palatum mole.
c)      Riwayat kesehatan sekarang
Pada anak yang terinfeksi virus campak biasanya ditanyakan pada orang tua atau anak tentang kapan timbulnya panas, batuk, konjungtivitis, koriza, bercak koplik dan enantema serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
d)     Riwayat kesehatan dahulu
Anak belum pernah mendapatkan vaksinasi campak dan pernah kontak dengan pasien campak.
e)      Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anak belum mendapatkan vaksinasi campak.
f)       Riwayat imunisasi
Imunisasi apa saja yang sudah didapatkan misalnya BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
g)      Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 + 2n.
                                      Status Gizi 
Klasifikasinya sebagai berikut :
-        Gizi buruk kurang dari 60%
-        Gizi kurang 60 % - <80 %
-        Gizi baik 80 % - 110 %
-        Obesitas lebih dari 120 %
h)      Riwayat  tumbuh kembang anak.

a.    Tahap pertumbuhan

Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti patokan umur 1-6 tahun  yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.

b.   Tahap perkembangan.

§    Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
§    Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§    Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical thinking.
§    Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
§    Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
§    Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§    Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
§    Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
§    Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
§    Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
b.      Pemeriksaan fisik ( had to toe )
a)      Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.
b)      Kepala dan leher
-          Inspeksi :
Kaji bentuk kepala, keadan rambut, kulit kepala, konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
-          Palpasi :
adakah pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan didaerah leher belakang,
c)      Mulut
-          Inspeksi :
Adakah bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, enantema di palatum durum dan palatum mole, perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
d)     Toraks
-          Inspeksi :
Bentuk dada anak, Adakah batuk, secret pada nasofaring, perdarahan pada hidung. Pada penyakit campak, gambaran penyakit secara klinis menyerupai influenza.
-          Auskultasi :
Ronchi / bunyi tambahan pernapasan.
e)      Abdomen
-          Inspeksi :
Bentuk dari perut anak. Ruam pada kulit.
-          Auskultasi
Bising usus.
-          Perkusi
Perkusi abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda abnormal, misalnya masa atau pembengkakan.
e)      Kulit
-          Inspeksi :
Eritema pada kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
-          Palpasi :
Turgor kulit menurun
         2.         Analisa Data
                        Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan analisa serta sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data subyektif objektif.
                        Data yang telah dikelompokkan tadi dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab.
B.     Diagnosa Keperawatan
       Penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan / masalah kesehatan.
Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien campak adalah sebagai berikut :
                       1.         Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
                       2.         Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d penumpukan secret pada nasofaring.
                       3.         Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
                       4.         Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
                       5.         Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
                       6.         Resiko terjadinya komplikasi : bronkopneumonia b/d keadaan umum anak kurang baik.
C.     Intervensi Keperawatan
Diagnosa I
       Gangguan termoregulasi b/d penyakit yang dialami.
Tujuan : pemeliharaan ( mempertahankan ) suhu tubuh dalam rentang yang normal.
Dengan criteria hasil :
a.       Suhu tubuh anak dalam rentang yang normal.
b.      Anak bebas dari demam.
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1
Monitor perubahan suhu tubuh, denyut nadi.
Sebagai pengawasan terhadap adanya perubahan keadaan umum pasien sehingga dapat diakukan penanganan dan perawatan secara cepat dan tepat.
2
Lakukan tindakan yang dapat menurunkan suhu tubuh sperti lakukan kompres, berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan.
Upaya – upaya tersebut dapat membantu menurunkan suhu tubuh pasien serta meningkatkan kenyamanan pasien.
3
Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu dan mengevaluasi perubahan suhu tubuh.
Meningkatkan rasa nyaman anak.
4
Kaji sejauh mana pengetahuan keluarga dan anak tentang hypertermia
Mengetahui kebutuhan infomasi dari pasien dan keluarga mengenai perawatan pasien dengan hypertemia.
5
Kolaborasi dengan dokter dengan memberikan antipiretik dan antibiotic sesuai dengan ketentuan.
Antipiretik menurunkan/mempertahankan suhu tubuh anak.
Diagnose II
Ketidak efektifan jalan napas : ketidak mampuan mengeluarkan secret b/d penumpukan secret pada nasofaring.
Tujuan : bersihan jalan napas efektif
Dengan criteria hasil :
a.       Tidak mengalami aspirasi
b.      Menunjukkan batuk yang efektif dan peningkatan pertukaran udara dalam paru.
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1
Kaji fungsi pernapasan, contoh bunyi napas, kecepatan, irama dan kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Ronci, mengi menunjukkan akumulasi secret/ ketidakmampuan untuk membersihkan jalan napas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernapasan dan peningkatan kerja pernapasan.
2
Catat kemampuan untuk batuk efektif.
Pengeluaran secret sulit bila secret sangat tebal ( mis. Efek infeksi dan atau tidak adekuat hidrasi ).
3
Berikan posisi semi fowler tinggi. Bantu klien untuk batuk dan latihan napas dalam.
Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
4
Bersihkan secret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai keperluan.
Mencegah obstruksi atau aspirasi. Pengisapan dilakukan bila klien tidak mampu mengeluarkan secret.
5
Pertahankan masukan cairan
Pemasukan tinggi cairan membantu untk mengencerkan secret.
6
Berikan lingkungan yang aman
Meningkatkan kenyamanan untuk anak
Diagnose III
Kerusakan integritas kulit b/d infeksi virus morbili.
Tujuan : keutuhan structural dan fungsi fisiologis dari kulit dan membrane mukosa.
Dengan criteria hasil :
a.       Terbebas dari adanya lesi jaringan.
b.      Suhu, elastisitas, hidrasi dan warna jaringan dalam rentang yang diharapkan.
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau kulit dari adanya: ruam dan lecet, warna dan suhu, kelembaban dan kekeringan yang berlebih, area kemerahan dan rusak.
Mengetahui perkembangan penyakit dan mencegah terjadinya komplikasi melalui deteksi dini pada kulit.
2
Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Mempertahankan kebeersihan tanpa mengiritasi kulit.
3
Dorong klien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit.
Membantu mencegah friksi / trauma kulit.
4
Balikkan atau ubah posisi dengan sering
Meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit / jaringan yang tidak perlu.
5
Ajarkan anggota keluarga / memberi asuhan tentang tanda kerusakan kulit, jika diperlukan.
Mengetahui terjadinya infeksi / komplikasi lebih cepat.
6
Konsultasi pada ahli gizi tentang makanan tinggi protein, mineral, kalori dan vitamin.
Perbaikan nutrisi klien agar terhindar dari infeksi karena kulit dapat menjadi barier utama yang dapat memperberat kondisi anak.
Diagnose IV
            Kekurangan volume cairan tubuh b/d demam, diare, muntah.
Tujuan : intike cairan seimbang, keseimbangan volume cairan dalam tubuh.
Dengan criteria hasil :
a.       Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala kekurangan volume cairan.
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1
Pantau berat badan, suhu, kelembaban pada rongga oral, volume konsentrasi urin.
Mengontrol keseimbangan output.
2
Ukur berat jenis urine
Menunjukkan status hidrasi dan perubahan pada fungsi ginjal, yang mewaspadakan terjadinya gagal ginjal akut pada respon terhadap hipovolemia.
3
Observasi kulit/membrane mukosa untuk kekeringan, turgor.
Hipovolemia, perpindahan cairan dan kekurangan nutrisi memperburuk turgor kulit.
4
Hilangkan tanda bau dari lingkungan
Menurunkan rangsangan pada gaster dan respon muntah.
5
Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan kulit dengan sering dan pertahankan tempat tidur kering dan bebas lipatan.
Adanya gangguan sirkulasi cenderung merusak kulit.
6
Berikan :
a.       Bentuk-bentuk cairan yang menarik ( sari buah, sirup tanpa es, susu )
Menarik minat anak agar mau minum banyak.
Diagnose V
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d rasa gatal.
Tujuan : anak merasa nyaman
Dengan criteria hasil :
a.       Anak dapat beristirahat dengan nyaman.
b.      Rewel berkurang.
Intervensi :
No
Intervensi
Rasional
1
Tubuh anak dibedaki dengan bedak salisil 1% atau lainya ( atas resep dokter )
Mengurangi rasa gatal.
2
Tidurkan anak ditempat yang agak jauh dari lampu ( jangan tepat dibwah lampu )
Mencegah silau dan menambah kenyamanan anak.
Diagnose VI
Resiko terjadinya komplikasi : bronkopneumonia b/d keadaan umum anak kurang baik.
Tujuan : mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi, mempercepat penyembuhan.
Dengan criteria hasil :
a.       Anak bisa sembuh tanpa keluhan tambahan
b.      Penyakit anak tidak bertambah parah.
Intervensi
No
Intervensi
Rasional
1
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak perawatan dilakukan. Intruksikan klien / orang terdekat untik memcuci tangan sesuai indikasi
Mengurangi risiko kontaminasi silang.
2
Berikan lingkungan yang bersih dan berventilasi baik.
Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi kemungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
3
Diskusikan tingkat dan rasional isolasi pencegahan dan mempertahankan kesehatan pribadi.
Meningkatkan kerja sama dengan cara hidup dan mengurangi rasa terisolasi.
4
Pantau tanda-tanda vital
Memberikan informasi data-data dasar, awian atau peningkatan suhu secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukkan bahwa tubuh bereaksi pada proses infeksi.
5
Kaji frekuensi /kedalaman pernapasan, perhatikan batuk spasmodic kering pada inspirasi dalam, perubahan karakteristik sputum dan adanya mengi atau ronchi. Lakukan isolasi pernapasan bila etiologi batuk produktif tidak diketahui.
Kongesti / distress pernapasan dapat mengindikasikan perkembangan PCP, penyakit yang umum terjadi.meskipun demikian, TB paru mengalami peningkatan dan infeksi jamur lainnya, viral, dan bakteri yang dapat terjadi yang membahayakan system pernapasan.
6
Ubah sikap baring beberapa kali sehari dan berikan bantal utnuk meninggikan kepala
Mencegah penyebaran infeksi bertambah parah dan mencegah terjadinya dekubitus.
7
Dudukkan anak pada waktu minum
Mencegah aspirasi
8
Berikan obat yang tepat
Mencegah penyakit bertambah parah
9
Bawa berobat kembali jika anak terlihat selalu tidur, tidak mau makan minum, semakin lemah, suhu tetap tinggi, kesadaran menurun.
Untuk menentukan tindakan pengobatan selanjutnya.
D.    Implementasi Keperawatan
       Implementasi keperawatan pada pasien campak sesuai dengan intervensi yang telah disusun.
  
E.     Evaluasi
       Evaluasi merupakan bagian akhir dari proses keperawatan. Evaluasi dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan tindakan yang telah dilakukan. Disamping itu evaluasi dapat dijadikan sebagai bahan pengkajian untuk proses berikutnya.
       Perawat mempunyai tiga alternative dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai :
a.       Berhasil
Prilaku anak sesuai pernyataan tujuan dalam waktu atau tanggal yang ditetapkan di tujuan.
b.      Tercapai sebagian
Anak menunjukkan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam pernyataan tujuan.
c.       Belum tercapai
Pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan perilaku yang diharapkan sesuai dengan pernyataan tujuan.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
       Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk makulo popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 380c atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek dan mata merah.
       Keluhan yang umum muncul adalah kelerahan yang timbul pada bagian belakang telinga, dahi, dan menjalar keseluruh tubuh. Selain itu, timbul gejala seperti flu disetai mata berair dan kemerahan ( konjungtivitis ). Setalah 3-4 hari kemerahan mulai menghilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh kulit akan tampak seperti bersisik.
       Pada anak sehat dan cukup gizi, campak biasanya tidak menjadi masalah serius. Dengan istirahatyang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak ( pada kasus ringan ) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Namun, bila anak dalam kondisi yang yang tidak sehat dapat menyebebkan kematian pada anak.
       Pengobatan pada anak dengan campak dapat dilakukan secara simtomatik yaitu antipeiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi ayng timbul.
       Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan menberikan imunisasi campak pada balita usia 9 bulan ke atas ( imunisasi aktif ).
B.     Saran
                   1.         Perawat 
a.    Mengingat bahwa penyakit campak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang angka mordibilitasnya masih tinggi, maka penulis menyarankan untuk semua perawat jika menemukan kasus campak secepatnya dirujuk ke rumah sakit ssehingga anak secepatnya mendapatkan perawatan dan pengobatan yang lebih baik.
b. Untuk lebih mengetahui perkenbangan anak, hendaknya perawat mengunakan asuhan keperawatan secara tepat.
                   2.         Keluarga
Penulis menyarankan keluarga untuk tanggap dan ikut serta dalam perawatan anak serta memperhatikan status gizi anak jika anak terkena penyakit campak tidak akan berdampak buruk bagi kondisi ana



DAFTAR PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian Ilmu  Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rodolfh.Dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I. Jakarta :EGC Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006. Jakarta :     Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi  NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar