Selasa, 05 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI. WAHYU PRATAMA

ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Dasar  Medis
1.      Pengertian
Beberapa definisi hipertensi adalah sebagai berikut :
Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Brunner dan Suddarth, 896 ; 2002).
Hipertensi adalah tekanan darah tinggi yang abnormal dan diukur palingtidak pada tiga kesempatan yang berbeda. (Elizabeth J. Corwin, 484; 2009).
Hipertensi adalah kondisi abnormal dari hemodinamik, dimana menurut WHO tekanan saitolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastoliknya > 90 mmHg (untuk usia < 60 tahun) dan sistolik ≥ 90 dan atau tekanan diastoliknya > 95 mmHg (untuk usia > 60 tahun). (Taufan Nugroho, 2011).
Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya ≥ 90 mmHg, atau bila paien memakai obat antihipertensi. ( Arif Mansjoer, 2001).
Dari beberapa definisi mengenai hipertensi di atas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah tekanan darah diatas 140/90 mmHg, tinggi rendahnya juga tergantung pada usia.
Adapun Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas menurut Joint National Committee on Prevenion, Detectoion, Evaluation, and Treatment of High Blood pressure, dalam buku Brunner dan suddarth (896, 2002). Yaitu :
Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah
KATEGORI
SISTOLIK
DIASTOLIK
Normal
Tinggi Normal Hipertensi
Stadium 1 (ringan)
Stadium 2 (Sedang)
Stadium 3 (berat)
Stadium 4 (sangat berat)
< 130
130 – 139
140 – 159
160 – 179
180 – 209
> 210
< 85
85 – 89
90 – 99
100 – 109
110 – 119
> 120
Sumber : Brunner dan suddarth (896, 2002).
2.      Anatomi Fisiologi
a.       Anatomi jantung
Jantung adalah organ berongga, berotot, yang  terletak ditengah toraks dan ia menempati rongga antara paru dan diafragma yang beratnya sekitar 300 g. Daerah pertengahan dada antara kedua paru disebut sebagai mediastinum. Sebagaian besar rongga mediastinum ditempati oleh jantung yang terbungkus dalam kantung fibrosa tipis yang disebut pericardium. Sisi kanan jantung dan kiri masing-masing tersusun atas dua kamar, atrium dan ventrikel. Dinding yang memisahkan kamar kanan dan kiri disebut septum. Karena posisi jantung agak memutar dalam rongga dada, maka ventrikel kanan terletak lebih ke anterior ( tepat di bawah sternum ) dan ventrikel kiri lebih ke posterior.
b.      Fisiologi Jantung
Fungsi jantung adalah memompa darah ke jaringan, menyuplai oksigen dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah hasil metabolisme. Aktivitas listrik jantung terjadi akibat ion bergerak menembus membran sel. Pada keadaan istirahat otot jantung terdapat dalam keadaan terpolarisasi dan pada saat siklus jantung bermula saat dilepaskannya implus listrik disebut fase depolarisasi. Adapun repolarisasi terjadi saat sel kembali kekeadaan dasar dan sesuai dengan relaksasi otot miokardium.Prinsip penting yang menentukan arah aliran darah adalah aliran cairan dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Perubahan tekanan yang terjadi dalam kamar jantung selama siklus jantung di mulai dengan diastolic saat ventrikel berelaksasi. Selama diastolik, katup atrioventrikularis terbuka dan darah yang kembali dari vena mengalir ke atrium dan kemudian ke ventrikel. Pada titik ini ventrikel itu sendiri mulai berkontraksi ( sistolik ) sebagai respon propagasi implus listrik yang dimulai di nodus SA beberapa milidetik sebelumnya. Selama sistolik tekanan di dalam ventrikel dengan cepat meningkat, mendorong katup AV untuk menutup. Pada saat berakhirnya sistolik, otot ventrikel berelaksasi dan tekanan dalam kamar menurun dengan cepat. Secara bersamaan, begitu tekanan di dalam ventrikel menurun drastissampai di bawah tekanan atrium, nodus AV akan membuka, ventrikel mulai terisi dan urutan kejadian berulang kembali.( Brunner & ,  2002 ; 720 – 724 ).
3.      Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin, (2009 ; 485), antara lain :  
a.       Kecepatan denyut jantung
b.      Volume sekuncup
c.       Asupan tinggi garam
d.      Vasokontriksi arterio dan arteri kecil
e.       Stres berkepanjangan
f.       Genetik
Sedangkan menurut Jan Tambayong (2000) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut :
a.       Usia
Insidens hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Hipertensi pada yang kurang dari 35 tahun dengan jelas menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur.
b.      Kelamin
Pada umumnya insidens pada pria lebih tinggi daripada wanita, namun pada uia pertengahan dan lebih tua, insidens pada waktu mulai meningkat, sehingga pada usia diatas 65 tahun, insidens pada wanita lebih tinggi.
c.       Ras
Hipertensi pada yang berkulit hitampaling sedikit dua kalinya pada yang berkulit putih. Akibat penyakit ini umumnya lebih berat pada ras kulit hitam. Misalnya mmortalitas pasien pria hitam dengan diastole 115 atau lebih, 3,3 kali lebih tinggi daripada pria berkulit putih, dan 5,6 kali bagi wanita putih.
d.      Pola hidup
Faktor seperti pendidikan, penghasilan, dan faktor  pola hidup lain telah diteliti, tanpa hasil yang jelas. Penghasilan rendah, dan kehidupan atau pekerjaan  yang penus stes agaknya berhubungan dengan insidens hipertensi yang lebih tinggi

e.       Diabetes melitus
Hubungan antara diabetes melitus dan hipertensi kurang jelas, namun secara statistik nyata ada hubungan antara hipertensi dan penyakit arteri koroner.
f.       Hipertensi sekunder
Seperti dijelaskan sebelumnya, hipertensi dapat terjadi akibat yang tidak diketahui. Bila faktor penyebab dapat diatasi, tekanan darah dapat kembali normal.
4.      Insiden
Penyakit hipertensi lebih banyak menyerang wanita daripada pria, Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi ; lebih dari 90% diantara mereka menderita hipertensi esensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu (hipertensi sekunder), seperti penyempitan renalis atau penyakit parenkim ginjal, berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan. (Brunner & suddarth, 2001 ; 897).
5.      Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat pasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis  ke ganglia simpatis  di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis  ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilapaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat  mempengaruhi respons penbuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat  bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah seebagai rangsang respons emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kkortisol dan steroid lainnya, yang dapat mempekuat respon vasokonsriktor pembiluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriksi striktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldesteron oleh korteks adenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. (Brunner & Suddarth, 898; 2001). 
6.      Manisfestasi Klinis
Adapun manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada pederita hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a.       Sakit kepala saat terjaga kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranium.
b.      Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina.
c.       Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susuna saraf pusat.
d.      Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.
e.       Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler
Sedangkan menurut Marllyn Doengoes (2000). Tanda dari hipertensi adalah kelemahan, napas pendek, frekuensi jantung meningkat, ansietes, depresi, obesitas, pusing, sakit kepala, tekanan darah meningkat.
7.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009), antara lain :
a.       Stroke
b.      Infark miokard
c.       Gagal ginjal
d.      Ensefalopati (kerusakan otak)
e.       Kejang
Sedangkan menurut Sjaifoellah (2002) komplikasi pada hipertensi adalah angina pectoris, infark miokard, hipertropi ventrikel kiri menyebabkan kegagalan jantung kongestif dan kerusakan ginjal permanen menyebabkan kegagalan ginjal.
8.      Test dignostik
Jenis pemeriksaan diagnostik pada penyakit hipertensi menurut Elizabeth J. Corwin (2009 ; 487), antara lain :
a.       Pengukuran diagnostik pada tekanan darah menggunakan sfigmomanometer akan memperlihatkan peningkatan tekanan sistolik dan diastolik jauh sebelum adanya gejala penyakit.
b.      Dijumpai proteinuria pada wanita preklamsia.
Sedangkan menurut Lyndon Saputra (2009), Pemeriksaan khusus pada penderita hipertensi antara lain :
a.       Tujuan semua pemeriksaan khusus adalah untuk menemukan penyebab, derajat dan adanya kerusakan pada ”end organ”.
b.      Kimia darah meliputi tes untuk fungsi ginjal dan elektrolit serum.
c.       Rontgen toraks.
d.      EKG
e.       Urinalisasi
f.       Tes lebih spesifik bila terdapat kecurigaan yang lebih besar, aortogram untuk koarktasio aorta atau kelainan vaskuler ginjal.
g.      Aktivitas renin plasma dan ekskresi aldosteron untuk aldosteronisme.
h.      Rapid-sequnce intravenous pyelogram”, arteriogram arteri renalis, aktivitas renin vena renalis dan biopsi ginjal untuk penyakit ginjal.
i.        Pemeriksaan terhadap asam vanillymandelic dan katekolamin pada urin untuk mencari adanya feokromosotioma.
j.        17-hidroksikortikosteroid dalam urin untuk sindrom Cushing.
k.      Tes fungsi tiroid untuk penyakit.
9.      Penatalaksanaan medik
Tujuan tiap program penanganan bagi setiap pasien adalah mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah di bawah 140/90 mmHg. Efektifitas setiap program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi biaya perawatan, dan kualitas hidup sehubungan dengan terapi.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan nonfarmakologis, termasuk penurunan berat badan, pembatasan alkohol, natrium dan tembakau; latihan relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada setiap terapi antihipertensi. Apabila  pada penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria perokok) atau bila tekanan darah  diastoliknya menetap, diatas 85 atau 95 mmHg dan siastoliknya diatas 130 sampai diatas 139 mmHg, maka perlu dimulai terapi obat-obatan. (Brunner and Suddarth, 2002).
B.     Konsep Dasar Keperawatan
1.      Pengkajian
a.       Aktifitas
Gejala    :   Kelemahan, letih nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda    :   Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, tachypnea.
b.      Sirkulasi
Gejala    :   Riwayat hipertensi, atherosklerosis, penyakit jantung kongesti/katup dan penyakit serebrovaskuler.
Tanda    :   Kenaikan tekanan darah.
                  Nadi: denyutan jelas dari karotis, jugularis, radialis, perbedaan denyut.
Denyut apical: titik point of maksimum impuls, mungki bergeser atau sangat kuat.
Frekuensi/irama: takikardia, berbagai disritmia.
Bunyi jantung: tidak terdengar bunyi jantung I, pada dasar bunyi jantung II dan bunyi jantung III.
Murmur stenosis valvular.
Distensi vena jugularis/kongesti vena.
Desiran vaskuler tidak terdengar di atas karotis, femoralis atau epigastrium (stenosis arteri).
Ekstremitas: perubahan warna kulit, suhu dingin, pengisian kapiler mungkin lambat atau tertunda.
c.       Integritas ego
Gejala    :   Riwayat kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah kronik, factor stress multiple.
Tanda    :   Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinu perhatian, tangisan yang meledak, gerak tangan empati, muka tegang, gerak fisik, pernafasan menghela nafas, penurunan pola bicara.
d.      Eliminasi
Gejala    :   Gejala ginjal saat ini atau yang lalu (misalnya: infeksi, obstruksi atau riwayat penyakit ginjal masa lalu).
e.       Makanan dan cairan
Gejala    :   Makanan yang disukai mencakup makanan tinggi garam, lemak, kolesterol serta makanan dengan kandungan tinggi kalori.
Tanda    :   Berat badan normal atau obesitas.
Adanya edema, kongesti vena, distensi vena jugulalaris, glikosuria.
f.       Neurosensori
Gejala    :   Keluhan pening/ pusing, berdenyut, sakit kepala sub occipital.
                Episode bebas atau kelemahan pada satu sisi tubuh.
                Gangguan penglihatan dan episode statis staksis.
Tanda    :   Status mental: perubahan keterjagaaan, orientasi. Pola/isi bicara, afek, proses fikir atau memori.
Respon motorik: penurunan kekuatan, genggaman tangan
Perubahan retinal optik: sclerosis, penyempitan arteri ringan – mendatar, edema, papiladema, exudat, hemorgi.
g.      Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala    :   Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung).
                Nyeri tungkai yang hilang timbul/klaudasi.
                Sakit kepala  oxipital berat.
                Nyeri abdomen/massa.
h.      Pernafasan (berhubungan dengan efek cardiopulmonal tahap lanjut dari hipertensi menetap/berat).
Gejala    :   Dispnea yang berkaitan dengan aktifitas/kerja tachypnea, ortopnea, dispnea, nocturnal paroxysmal, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda    :   Distress respirasi/penggunaan otot aksesori pernafasan, bunyi nafas tambahan, sianosis.
                          i.      Keamanan
Keluhan :   Gangguan koordinasi/cara berjalan.
Gejala    :   Episode parastesia unilateral transien, hypotensi postural. 
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan spesifik pasien serta respons terhadap masalah actual dan resiko tinggi. Menurut Marllyn Doengoes (2000), diagnosa keperawatan pada hipertensi adalah sebagai berikut :
a.       Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung
b.      Intolerans aktifitas
c.       Nyeri (akut)
d.      Perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh.
e.       Koping individual tidak efektif
f.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi rencana pengobatan.
3.      Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah preskripsi untik prilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan/atau tindakan yang harus dilakukan oleh perawat. Tindakan keperawatan dibagi menjadi, mandiri (dilakukan perawat) dan kolaboratif (dilakukan oleh pemberiperawatan lainnya).
a.       Curah jantung, penurunan, resti, terhadap.
Berhubungan dengan    :   Peningkatan afterload, vasokontriksi, iskemia myokardia, hypertropi/rigiditas (kekakuan) ventrikuler, 
Tujuan:
1)      Mempertahankan tekanan darah dalam rentang individu yang dapat diterima.
2)      Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil dalam rentang dan pasien.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Pantau tekanan darah.
2.      Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer.
3.      Auskultasi tonus jantung dan bunyi nafas.
4.      Amati warna kulit, kelembaban suhu, dan masa pengisian kapiler.
5.      Catat edema umum/tertentu.
6.      Beri lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktifitas/keributan lingkungan dan batasi jumlah pengunjung dan lamannya tinggal.
7.      Pertahankan pembatasan aktifitas (jadwal istirahat tanpa gangguan, istirahat di tempat tidur/kursi), bantu pasien melakukan aktifitas perawatan diri sesuai kebutuhan.
8.      Lakukan tindakan yang nyaman (pijatan punggung dan leher, meninggikan kepala tempat tidur).
9.      Anjurkan tehnik relaksasi, distraksi, dan panduan imajinasi.
10.  Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah.
11.  Kolaborasi dalam pemberian obat-obat sesuai indikasi seperti:
Diuretik tiazoid: diuril, esidrix, bendroflumentiazoid
12.  Kolaborasi dalam memerikan pembatasan cairan dan diet natrium sesuai indikasi.
13.  Siapkan untuk pembedahan bila ada indikasi.
1.      Perbandingan dari tekanan memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang keterlibatan/bidang masalah vaskuler.
2.      Denyutan karotis, jugularis, radialis, dan femoralis mungkin diamati atau tekanan palpasi. Denyutan pada tungkai mungkin menurun: efek dari vasokontraksi.
3.      Bunyi jantung IV umum terdengar pada hipertensi berat dan kerusakan fungsi adanya krakels mengi dapat mengindikasi kongesti paru sekunder terhadap atau gagal jantung kronik.
4.      Mungkin berkaitan dengan vasokontraksi atau mencerminkan dekompensasi atau penurunan curah jantung.
5.      Mengindikasi gagal jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler.
6.      Membantu untuk menurunkan rangsangan simpatis, menurunkan relaksasi.
7.      Menurunkan stress dan ketegangan yang mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi.
8.      Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat menurunkan rangsang simpatis.
9.      Menurunkan rangsangan stress membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan tekanan darah.
10.  Respon terhadap terapi obat tergantung pada individu dan efek sinergis obat.
11.  Dapat memperkuat agen antihipertensi lain dengan membatasi retensi cairan.
12.  dapat menangani retensi cairan dengan respon hipertensi yang dapat melibatkan beban kerja jantung.
13.  Bila hipertensi berhubungan dengan adanya fcokromositoma maka pengangkatan tumor dapat memperbaiki kondisi.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
b.      Intoleran aktifitas
Berhubungan dengan: kelemahan umum, ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
Tujuan:  Berpartisipasi dalam aktifitas yang diinginkan/diperlukan.
Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktifitas yang dapat diukur.
Menunjukkan penurunan dalam tanda-tanda toleransi fisiologis.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji respon pasien terhadap aktifitas frekuensi nadi, peningkatan tekanan darah yang nyata selama/sesudah aktifitas.
2.      Instruksikan tehnik penghematan energi (menggunakan kursi saat mandi, duduk, menyisir rambut atau menyikat gigi, lakukan aktifitas dengan perlahan).
3.      Berikan dorongan untuk melakukan aktifitas/perawatan diri bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
1.      Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji respon fisiologis stress terhadap aktifitas dan bila ada merupakan indicator dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktifitas.
2.      Dapat mengurangi penggunaan energi dan membantu keseimbangan antara suplai antara suplai dan kebutuhan O2.
3.      Kemajuan aktifitas bertahap mencegah penurunan kerja jantung tiba.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)   
c.       Nyeri (akut), sakit kepala berhubungan dengan: peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tujuan:  melaporkan nyeri/ketidaknyamanan hilang/tidak terkontrol
Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Mempertahankan tirah baring selama fase akut.
2.      Berikan kompres dingin pada dahi, pijat punggung, dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tehnik relaksasi.
3.      Hilangnya/minimalkan aktifitas vasokonstriksi yang dapat menurunkan dan sakit kepala, misalnya: batuk panjang, mengejan saat BAB, dan lain-lain.
4.      Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan.
5.      Berikan cairan, makanan lunak, perawatan mulut yang teratur bila terjadi perdarahan hidung atau kompres di hidung telah dilakukan untuk menghentikan perdarahan.
6.      Kolaborasi dalam pemberian analgesic dan antiancietas.
1.      Meminimalkan stimulasi atau menurunkan relaksasi.
2.      Menurunkan tekanan vaskuler serebral dan yang memperlambat/ memblok respon simpatis efektif dalam menghilangkan sakit kepala dan komplikasi.
3.      Menyebabkan sakit kepala pada adanya tekanan vaskuler serebral karena aktifitas yang meningkatkan vaskonotraksi.
4.      Pusing dan pengelihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala.
5.      Menaikkan kenyamanan kompres hidung dapat mengganggu menelan atau membutuhkan nafas dengan mulut, menimbulkan stagnasi sekresi oral dan mengeringkan mukosa.
6.      Dapat mengurangi tegangan dan ketidaknyamanan yang diperbuat oleh stress.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
d.      Nutrisi, perubahan, lebih dari kebutuhan tubuh
Berhubungan dengan: Masukan berlebihan sehubungan dengan metabolic
Pola hidup monoton.
Keyakinan budaya.
Tujuan:
1)      Mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dan kegemukan.
2)      Menunjukkan perubahan pola makan.
3)      Mempertahankan berat badan yang diinginkan dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
4)      Melakukan/mempertahankan program olahraga yang tepat.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan.
2.      Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, gula sesuai indikasi.
3.      Tetapkan keinginan pasien untuk menurunkan berat badan.
4.      Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet.
5.      Instruksikan dan bantu memilih makanan yang tepat, hindari makanan dengan kejenuhan lemak tinggi dan kolesterol.
6.      Kolaboratif, rujuk ke ahli gizi sesuai indikasi.
1.      Kegemukan adalah resiko tambahan pada hipertensi karena kondisi proporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh.
2.      Kesalahan kebiasaan maksimum menunjang terjadinya atherosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk hipertensi dan komplikasinya.
3.      Motivasi penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk menurunkan berat badan bila tidak maka program sama sekali tidak berhasil.
4.      Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk penyesuaian/penyuluhan dan mengidentifikasi kekuatan/ kelemahan dalam program diet terakhir.
5.      Penting untuk mencegah perkembangan aterogenesis.
6.      Memberikan konseling dan bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
e.       Koping individual, inefektif berhubungan dengan:
1)      Krisis situasional/diaturasional.
2)      Perubahan hidup beragam.
3)      Relaksasi tidak adekuat.
4)      System pendukung tidak adekuat.
5)      Persepsi tidak realistic.
6)      Sedikit atau tidak pernah olahraga.
7)      Nutrisi buruk.
8)      Harapan yang tidak terpenuhi.
9)      Kerja tidak berlebihan.
10)  Metode koping tidak efektif.
Tujuan:
1)      Mengidentifikasi kesadaran kemampuan koping/kekuatan pribadi.
2)      Mengidentifikasi potensial situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari/mengubahnya.
3)      Mendemonstrasikan penggunaan keterampilan/metode koping efektif.
Intervensi dan rasional:
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi perilaku, misalnya: kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
2.      Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan konsentrasi, peka rangsang, penurunan toleransi sakit kepala, ketidakmampuan untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah.
3.      Bantu pasien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan strategi untuk mengatasi atau menyelesaikan masalah.
4.      Libatkan pasien dalam perencanaan perawatan dan berikan dorongan partisipasi maksimum dalam rencana pengobatan.
5.      Dorong pasien untuk mengevaluasi prioritas atau tujuan hidup.
1.      Mekanisme adaptif perlu untuk mengubah pola hidup seseorang, mengatasi hipertensi kronik, dan mengintegrasikan terapi yang diharuskan ke dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Manifestasi mekanisme koping maladaptik mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan diketahui telah menjadi penentu utama tekanan darah diastolic.
3.      Pengenalan terhadap stressor adalah langkah pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor.
4.      Memperbaiki keterampilan koping dan dapat meningkatkan kerjasama dalam regimen teraupetik.
5.      Fokus perhatian pasien pada realitas situasi yang ada relatif terhadap pandangan pasien tentang apa yang diinginkan.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
f.       Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), mengenai kondisi rencana pengobatan berhubungan dengan:
1)      Kurang pengetahuan/daya ingat
2)      Misinterpretasi informasi
3)      Keterbatasan kopnitif.
4)      Menyangkal diagnosa.
Tujuan:
1)      Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regimen pengobatan
2)      Mempertahankan tekanan darah dalam parameter normal.
3)      Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang perlu diperhatikan.
Intervensi dan Rasional :
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar, termasuk orang terdekat.
2.      Tetapkan dan nyatakan batas tekanan darah normal, jelaskan tentang hipertensi dan efeknya pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan otak.
3.      Hindari mengatakan tekanan darah normal dan gunakan istilah terkontrol dengan baik saat menggambarkan tekanan darah pasien dalam batas yang diinginkan.
4.      Bantu pasien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardiovaskuler yang dapat diubah misalnya obesitas, diet, tinggi lemak jenuh, kolesterol, pola hidup monoton, dan minum alcohol, pola hidup stress.
5.      Rekomendasikan untuk menghindari mandi air panas, ruang penguapan, penggunaan alcohol yang berlebihan.
6.      Anjurkan pasien untuk berkonsultasi dengan pemberi perawatan sebelum menggunakan obat.
7.      Instruksikan pasien tentang peningkatan masukan makanan atau cairan tinggi kalium.
1.      Mengidentifikasi kemampuan klien dalam menerima pembelajaran.
2.      Meningkatkan pengetahuan klien tentang tekanan darah normal dan efek hipertensi.
3.      Tekanan darah normal pada setiap orang berbeda tergantung pada banyak faktor.
4.      Mencegah meningkatnya tekanan darah dengan memperhatikan faktor – faktor resiko.
5.      Dapat menyebabkan tekanan darah berubah – ubah.
6.      Menghindari terjadinya resiko overdosis obat.
7.      Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Sumber : Marllyn Doengoes, (2000)
4.      Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan/implementasi harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya dan pelaksanaan ini disesuaikan dengan masalah yang terjadi. Dalam pelaksanaan keperawatan ada 4 tindakan yang dilakukan yaitu :
a.       Tindakan mandiri
b.      Tindakan observasi
c.       Tindakan health education
d.      Tindakan kolaborasi
5.      Evaluasi
Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan. Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien dapat diketahui Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentukan keperawatan selanjutnya yaitu :
a.       Masalah klien dapat dipecahkan .
b.      Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.
c.       Masalah klien tidak dapat dipecahkan.
d.      Dapat muncul masalah baru.
Evaluasi untuk klien dengan hipertensi dapat disesuaikan dengan masalah yang telah ditanggulangi dengan mengacu pada tujuan yang telah ditentukan.
a.       Apakah tekanan darah dalam rentang yang dapat diterima oleh klien?.
b.      Apakah klien dapat beraktifitas secara mandiri ?.
c.       Apakah kebutuhan nutrisi klien terpenuhi ?.
d.      Apakah klien dapat menggunakan koping yang efektif ?.
e.       Apakah pemahaman klien tentang penyakit meningkat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar