Selasa, 05 Mei 2015

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT PSORIASIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT PSORIASIS
 
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Psoriasis merupakan sejenis penyakit kulit yang penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Kemunculan penyakit ini terkadang untuk jangka waktu lama atau timbul/hilang. Berbeda dengan pergantian kulit pada manusia normal yang biasanya berlangsung selama tiga sampai empat minggu, proses pergantian kulit pada penderita psoriasis berlangsung secara cepat yaitu sekitar 2–4 hari, (bahkan bisa terjadi lebih cepat) pergantian sel kulit yang banyak dan menebal.
Psoriasis dapat dijumpai di seluruh belahan dunia dengan angka kesakitan (insidens rate)yang berbeda. Segiumur, Psoriasis dapat mengenai semua usia, namun biasanya lebih kerap dijumpai pada dewasa.
Di dunia, penyakit kulit ini diduga mengenai sekitar 2 sampai 3 persen penduduk. Data nasional prevalensi psoriasis di Indonesia belum diketahui. Namun di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, selama tahun 2000 sampai 2001, insiden psoriasis mencapai 2,3 persen. Penyakit ini tidak mengenal usia, semua umur dapat terkena. Tapi puncak insidensinya di usia dua puluhan dan lima puluhan.
Tidak ada fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini lebih dominan menyerang salah satu jenis kelamin. Pria maupun wanita memiliki peluang yang sama untuk terserang penyakit ini.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas yang menjadi fokus pembahasan dari penulisan makalah ini adalah:
1)      Konsep teori penyakit psoriasis
2)      Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan psoriasis
1.3. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetntahui lebih mendetail lagi mengenai mata kuliah Sistem Integumen khususnya untuk pembahasan materi tentang asuhan keperawatan ganguan rasa nyaman akibat psoriasis.
1.4. Tujuan Khusus
1)      Untuk mengetahui konsep teori penyakit psoriasis
2)      Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada klien dengan psoriasis
BAB II
TINJAUAAN PUSTAKA
2.1. Konsep Teori Penyakit Psoriasis
A.    Definisi
Psoriasis adalah ganggguan kulit yang ditandai dengan plaque, bercak, bersisik yang dikenal dengan nama penyakit papulosquamoas.( Price, 1994).
Psoriasis adalah penyakit inflamasi non infeksius yang kronik pada kulit dimana produksi sel-sel epidermis terjadi  6-9 x lebih besar daripada kecepatan sel normal.±dengan kecepatan (Smeltzer, Suzanne).
Psoriasis adalah suatu penyakit peradangan kronis pada kulit dimana penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Penyakit ini secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik. (Effendy, 2005)
B.     Etiologi
Penyebab psoriasis sampai saat ini belum diketahui.Diduga penyakit ini diwariskan secara poligenik. Walaupun sebagian besar penderita psoriasis timbul secara spontan, namun pada beberapa penderita dijumpai adanya faktor pencetus antara lain:
1)   Trauma
Psoriasis pertama kali timbul pada tempat-tempat yang terkena trauma, garukan, luka bekas operasi, bekas vaksinasi, dan sebagainya. Kemungkinan hal ini merupakan mekanisme fenomena Koebner.Khas pada psoriasis timbul setelah 7-14 hari terjadinya trauma.
2)   Infeksi
Pada anak-anak terutama infeksi Streptokokus hemolitikus sering menyebabkan psoriasis gutata. Psoriasis juga timbul setelah infeksi kuman lain dan infeksi virus tertentu, namun menghilang setelah infeksinya sembuh 
3)   Iklim
Beberapa kasus cenderung menyembuh pada musim panas, sedangkan pada musim penghujan akan kambuh.
4)   Faktor endokrin
Insiden tertinggi pada masa pubertas dan menopause. Psoriasis cenderung membaik selama kehamilan dan kambuh serta resisten terhadap pengobatan setelah melahirkan. Kadang-kadang psoriasis pustulosa generalisata timbul pada waktu hamil dan setelah pengobatan progesteron dosis tinggi.
5)   Sinar matahari
Walaupun umumnya sinar matahari bermanfaat bagi penderita psoriasis namun pada beberapa penderita sinar matahari yang kuat dapat merangsang timbulnya psoriasis.Pengobatan fotokimia mempunyai efek yang serupa pada beberapa penderita.
6)   Metabolik
Hipokalsemia dapat menimbulkan psoriasis.
7)   Obat-obatan
a.       Antimalaria seperti mepakrin dan klorokuin kadang-kadang dapat memperberat psoriasis, bahkan dapat menyebabkan eritrodermia.
b.      Pengobatan dengan kortikosteroid topikal atau sistemik dosis tinggi dapat menimbulkan efek “withdrawal”.
c.       Lithium yang dipakai pada pengobatan penderita mania dan depresi telah diakui sebagai pencetus psoriasis.
d.      Alkohol dalam jumlah besar diduga dapat memperburuk psoriasis.
e.       Hipersensitivitas terhadap nistatin, yodium, salisilat dan progesteron dapat menimbulkan psoriasis pustulosa generalisata.
8)        Berdasarkan penelitian para dokter, ada beberapa hal yang diperkirakan dapat memicu timbulnya Psoriasis, antara lain adalah :
a.       Garukan/gesekan dan tekanan yang berulang-ulang , misalnya pada saat gatal digaruk terlalu kuat atau penekanan anggota tubuh terlalu sering pada saat beraktivitas. Bila Psoriasis sudah muncul dan kemudian digaruk/dikorek, maka akan mengakibatkan kulit bertambah tebal.
b.      Obat telan tertentu antara lain obat anti hipertensi dan antibiotik. 
c.       Mengoleskan obat terlalu keras bagi kulit.
d.      Emosi tak terkendali.
e.       Makanan berkalori sangat tinggi sehingga badan terasa panas dan kulit menjadi merah , misalnya mengandung alcohol.
C.    Klasifikasi
1.    Berdasarkan bentuk lesi, dikenal bermacam-macam psoriasis antara lain:
a.    Psoriasis puncata            : Lesi sebesar jarum pentul atau milier
b.    Psoriasis folikularis        :Lesi dengan skuama tipis terletak pada muara folikel rambut.
c.    Psoriasis guttata             : Lesi sebesar tetesan air
d.   Psoriasis numularis         : Lesi sebesar uang logam
e.    Psoriasis girata               : Lesi sebesar daun
f.     Psoriasis anularis            :Lesi melingka berbentuk seperti cincin karena adanya involusi dibagian tengahnya
g.    Psoriasis diskoidea         : Lesi merupakan bercak solid yang menetap
h.    Psoriasis ostracea           : Lesi berupa penebalan kulit yang kasar dan tertutup lembaran-lembaran skuama mirip kulit tiram
i.      Psoriasis rupioides         : Lesi berkrusta mirip rupia sifilitika
2.    Tipe-tipe psoriasis. Psoriasis terbagi atas:
a.       Psoriasis vulgaris: bentuk ini ialah jenis yang paling umum karena itu disebut vulgaris, dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan di atas.
b.      Psoriasis gutata: diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan mengenai seluruh badan, umumnya setelah infeksi di saluran napas bagian atas sehabis influenza atau morbili (campak), terutama pada anak dan dewasa muda.
c.       Psoriasis putulosa: gejala awalnya ialah kulit yang nyeri disertai gejala umum berupa demam, mudah capek, mual, dan nafsu makan menurun. Kelainan kulit psoriasis yang telah ada makin merah. Setelah beberapa jam timbul agak bengkak dan bintil-bintil bernanah pada bercak merah tersebut. Kelainan-kelainan semacam itu akan terus muncul dan dapat menjadi eritroderma.
d.      Psoriasis eritrodermis: dapat disebabkan oleh pengobatan topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Biasanya kelainan kulit yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena terdapat kemerahan dan bersisik tebal yang menyeluruh. Ada kalanya kelainan kulit psoriasis masih tampak samar-samar, yakni lebih merah dan kulitnya lebih meninggi.
e.       Psoriasis kuku: menyerang dan merusak kuku. Permukaan kuku tampak lekukan-lekukan kecil. Jenis ini termasuk yang bandel, sehingga penderita sulit sembuh.
f.       Psoriasis artritis: penyakit ini dapat pula disertai peradangan pada sendi, sehingga sendi terasa nyeri, membengkak dan kaku, persis seperti gejala rematik. Pada tahap ini, penderita harus segera ditolong agar sendi-sendinya tidak sampai keropos.
3.    Berdasarkan lokalisasi lesi maka dikenal bentuk psoriasis atipik seperti:
a.       Psoriasis digitalis atau interdigitalis.
b.      Lesi verukosa terutama di tungkai bawah.
c.       Lesi dengan distribusi seperti sarung tangan atau kaos kaki.
d.      Psoriasis fleksural atau inversus bila lesi didapatkan di daerah fleksor atau lipatan-lipatan tubuh misalnya lipat paha, aksila, lipatan di bawah payudara dan lainnya.
e.       Psoriasis seboreik bila lesi didapatkan di daerah seboreik seperti kulit kepala, alis mata, belakang telinga dan sebagainya.
D.    Manifestasi Klinis
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan. Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin digores. Pada fenomena Auspitz serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan karena papilomatosis. Trauma pada kulit , misalnya garukan , dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut kobner.
Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.
Gejala dari psoriasis antara lain:
·         Mengeluh gatal ringan
·         Bercak-bercak eritema yang meninggi, skuama diatasnya.
·         Terdapat fenomena tetesan lilin
·         Menyebabkan kelainan kuku
E.     Patofisiologi
Patogenesis terjadinya psoriasis, diperkirakan karena:
1.    Terjadi peningkatan “turnover” epidermis atau kecepatan pembentukannya dimana pada kulit normal memerlukan waktu 26-28 hari, pada psoriasis hanya 3-4 hari sehingga gambaran klinik tampak adanya skuama dimana hiperkeratotik. Disamping itu pematangan sel-sel epidermis tidak sempurna.
2.    Adanya faktor keturunan ditandai dengan perjalanan penyakit yang kronik dimana terdapat penyembuhan dan kekambuhan spontan serta predileksi lesinya pada tempat-tempat tertentu.
3.    Perubahan-perubahan biokimia yang terjadi pada psoriasis meliputi:  
a.       Peningkatan replikasi DNA.
b.      Berubahnya kadar siklik nukleotida.
c.       Kelainan prostaglandin dan prekursornya.
d.      Berubahnya metabolisme karbohidrat.
Normalnya sel kulit akan matur pada 28-30 hari dan kemudian terlepas dari permukaan kulit. Pada penderita psoriasis, sel kulit akan matur dan menuju permukaan kulit pada 3-4 hari, sehingga akan menonjol dan menimbulkan bentukan peninggian kumpulan plak berwarna kemerahan. Warna kemerahan tersebut berasal dari peningkatan suplai darah untuk nutrisi bagi sel kulit yang bersangkutan.Bentukan berwarna putih seperti tetesan lilin (atau sisik putih) merupakan campuran sel kulit yang mati. Bila dilakukan kerokan pada permukaan psoriasis, maka akan timbul gejala koebner phenomenon. Terdapat banyak tipe dari psoriasis, misalnya plaque, guttate, pustular, inverse, dan erythrodermic psoriasis. Umumnya psoriasis akan timbul pada kulit kepala, siku bagian luar, lutut, maupun daerah penekanan lainnya. Tetapi psoriasis dapat pula berkembang di daerah lain, termasuk pada kuku, telapak tangan, genitalia, wajah, dll.
Pemeriksaan histopatologi pada biopsi kulit penderita psoriasis menunjukkan adanya penebalan epidermis dan stratum korneum dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah dermis bagian atas.Jumlah sel-sel basal yang bermitosis jelas meningkat.Sel-sel yang membelah dengan cepat itu bergerak dengan cepat ke bagian permukaan epidermis yang menebal.Proliferasi dan migrasi sel-sel epidermis yang cepat ini menyebabkan epidermis menjadi tebal dan diliputi keratin yang tebal (sisik yang berwarna seperti perak). Peningkatan kecepatan mitosis sel-sel epidermis ini agaknya antara lain disebabkan oleh kadar nukleotida siklik yang abnormal, terutama adenosin monofosfat (AMP) siklik dan guanosin monofosfat (GMP) sikli. Prostaglandin dan poliamin juga abnormal pada penyakit ini.Peranan setiap kelainan tersebut dalam mempengaruhi pembentukan plak psoriatik belum dapat dimengerti secara jelas.
Pathway
Pertumbuhan kulit yang cepat   (3-4 hari )
Stratum granulosum tidak terbentuk
Interval keratinisasi sel-sel stratum basale memendek
Preoses pematangan dan keratinisasi stratum korneum gagal
Terjadi parakeratosis
F.     Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium yang dapat membantu menyokong diagnosis psoriasis tidak banyak. Pemeriksaan yang bertujuan mencari penyakit yang menyertai psoriasis perlu dilakukan, seperti pemeriksaan darah rutin, mencaripenyakit infeksi, pemeriksaan gula darah, kolesterol untuk penyakit diabetes mellitus.
Pemeriksaan Histopatologi
Kelainan histopatologi yang dapat dijumpai pada lesi psoriasis ialah hyperkeratosis, parakeratosis, akantosis dan hilangnya stratum granulosum. Papilomatosis ini dapat memberi beberapa variasi bentuk seperti gambaran pemukul bola kasti atau pemukul bola golf.
Aktivitas mitosis sel epidermis tampak begitu tinggi, sehingga pematangan keratinisasi terlalu cepat dan stratum korneum tampak menebal. Di dalam sel-sel tanduk ini masih dapat ditemukan inti-inti sel yang disebut parakeratosis. Di dalam stratum korneum dapat ditemukan kantong-kantong kecil yang berisikan sel radang polimorfonuklear yang dikenal sebagai mikro abses Munro. Pada puncak papil dermis didapati pelebaran pembuluh darah kecil yang disertai oleh sebukan sel-sel radang limfosit dan monosit.
G.    Komplikasi
Menurut  corwin (2009) komplikasi dari psoriasis diantaranya adalah:
a.              Infeksi kulit yang parah dapat terjadi
b.              Artritis deformans yang mirip dengan artritis rematoid, disebut   psoriatika, timbul pada sekitar 30-40% pasien psoriasis. bila psioriasis dapat menjadi penyakit yang melemahkan.
c.              Berdampak pada penurunan harga diri pasien yang menimbulkan    psikologis,ansietas,depresi,dan marah.
  
H.    Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk memperlambat pergantian epidermis, meningkatkan resolusi lesi psoriatik dan mengendalikan penyakit tersebut. Pendekatan terapeutik harus berupa pendekatan yang dapat dipahami oleh pasien, pendekatan ini harus bisa diterima secara kosmetik dan tidak mempengaruhi cara hidup pasien. Terapi psoriasis akan melibatkan komitmen waktu dan upaya oleh pasien dan mungkin pula keluarganya.
Ada tiga terapi yang standar: topikal, intralesi dan sistemik.
1.    Terapi topical
Preparat yang dioleskan secara topikal digunakan untuk melambatkan aktivitas epidermis yang berlebihan tanpa mempengaruhi jaringan lainnya.Obat-obatannya mencakup preparat ter, anthralin, asam salisilat dan kortikosteroid.Terapi dengan preparat ini cenderung mensupresi epidermopoisis (pembentukan sel-sel epidermis).
2.    Formulasi ter
Mencakup losion, salep, pasta, krim dan sampo. Rendaman ter dapat menimbulkan retardasi dan inhibisi terhadap pertumbuhan jaringan psoriatik yang cepat.Terapi ter dapat dikombinasikan dengan sinar ultraviolet-B yang dosisnya ditentukan secara cermat sehingga menghasilkan radiasi dengan panjang gelombang antara 280 dan 320 nanometer (nm).Selama fase terapi ini pasien dianjurkan untuk menggunakan kacamata pelindung dan melindungi matanya.Pemakaian sampo ter setiap hari yang diikuti dengan pengolesan losion steroid dapat digunakan untuk lesi kulit kepala.Pasien juga diajarkan untuk menghilangkan sisik yang berlebihan dengan menggosoknya memakai sikat lunak pada waktu mandi.
3.    Anthralin
Preparat (Anthra-Derm, Dritho-Crème, Lasan) yang berguna untuk mengatasi plak psoriatik yang tebal yang resisten terhadap preparat kortikosteroid atau preparat ter lainnya.
4.                   Kortikosteroid
Topikal dapat dioleskan untuk memberikan efek antiinflamasi. Setelah obat ini dioleskan, bagian kulit yang diobati ditutup dengan kasa lembaran plastik oklusif untuk menggalakkan penetrasi obat dan melunakkan plak yang bersisik.
5.    Terapi intralesi
Penyuntikan triamsinolon asetonida intralesi (Aristocort, Kenalog-10, Trymex) dapat dilakukan langsung kedalam berck-bercak psoriasis yang terlihat nyata atau yang terisolasi dan resisten terhadap bentuk terapi lainnya.Kita harus hati-hati agar kulit yang normal tidak disuntuik dengan obat ini.
6.    Terapi sistemik
Metotreksat bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA dalam sel epidermis sehingga mengurangi waktu pergantian epidermis yang psoriatik. Walaupun begitu, obat ini bisa sangat toksik, khususnya bagi hepar yang dapat mengalamim kerusakan yang irreversible.Jadi, pemantauan melalui pemeriksaan laboratorium harus dilakukan untuk memastikan bahwa sistem hepatik, hematopoitik dan renal pasien masih berfungsi secara adekuat.
Pasien tidak boleh minum minuman alkohol selama menjalani pengobatan dengan metotreksat karena preparat ini akan memperbesar kemungkinan kerusakn hepar. Metotreksat bersifat teratogenik (menimbulkan cacat fisik janin) pada wanita hamil.
a.    Hidroksiurea menghambat replikasi sel dengan mempengaruhi sintesis DNA. Monitoring pasien dilakukan untuk memantau tanda-tanda dan gejal depresi sumsum tulang.
b.    Siklosporin A, suatu peptida siklik yang dipakai untuk mencegah rejeksi organ yang dicangkokkan, menunjukkan beberapa keberhasilan dalam pengobatan kasus-kasus psoriasis yang berat dan resisten terhadap terapi. Kendati demikian, penggunaannya amat terbatas mengingat efek samping hipertensi dan nefroktoksisitas yang ditimbulkan (Stiller, 1994).
c.    Retinoid oral (derivat sintetik vitamin A dan metabolitnya, asam vitamin A) akan memodulasi pertumbuhan serta diferensiasi jaringan epiterial, dan dengan demikian pemakaian preparat ini memberikan harapan yang besar dalam pengobatan pasien psoriasis yang berat.
d.   Fotokemoterapi. Terapi psoriasis yang sangat mempengaruhi keadaan umum pasien adalah psoralen dan sinar ultraviolet A (PUVA). Terapi PUVA meliputi pemberian preparat fotosensitisasi (biasanya 8-metoksipsoralen) dalam dosis standar yang kemudian diikuti dengan pajanan sinar ultraviolet gelombang panjang setelah kadar obat dalam plasma mencapai puncaknya. Meskipun mekanisme kerjanya tidak dimengerti sepenuhnya, namun diperkirakan ketika kulit yang sudah diobati dengan psoralen itu terpajan sinar ultraviolet A, maka psoralen akan berkaitan dengan DNA dan menurunkan proliferasi sel. PUVA bukan terapi tanpa bahaya; terapi ini disertai dengan resiko jangka panjang terjadinya kanker kulit, katarak dan penuaan prematur kulit.
e.    Terapi PUVA mensyaratkan agar psoralen diberikan peroral dan setelah 2 jam kemudian diikuti oleh irradiasi sinar ultraviolet gelombang panjang denagn intensitas tinggi. (sinar ultraviolet merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mengandung panjang gelombang yang berkisar dari 180 hingga 400 nm).
f.     Terapi sinar ultraviolet B (UVB) juga digunakan untuk mengatasi plak yang menyeluruh. Terapi ini dikombinasikan dengan terapi topikal ter batubara (terapi goeckerman). Efek sampingnya serupa dengan efek samping pada terapi PUVA.
g.    Etretinate (Tergison) adalah obat yang relatif baru (1986). Ia adalah derivat dari Vitamin A. Bisa diminum sendiri atau dikombinasi dengan sinar ultraviolet. Hal ini dilakukan pada penderita yang sudah bandel dengan obat obat lainnya yang terdahulu.
Di antara pengobatan tersebut diatas, yang paling efektif untuk mengobati psoriasis adalah dengan ultraviolet (fototerapi), karena dengan fototerapi penyakit psoriasis dapat lebih cepat mengalami “clearing” atau “almost clearing” (keadaan dimana kelainan / gejala psoriasis hilang atau hampir hilang). Keadaan ini disebut “remisi”.Masa remisi fototerapi tersebut bisa bertahan lebih lama dibandingkan dengan pengobatan lainnya.
1)        Pengobatan fotokemoterapi, yaitu dengan menggunakan kombinasi radiasi ultraviolet dan oral psoralen (PUVA), namun kelemahannya adalah untuk jangka panjang dapat menimbulkan kanker kulit.
2)        Fototerapi UVB konvensional dengan menggunakan sinar UVB broadband dengan panjang gelombang 290-320 nm. Terapi kurang praktis karana pasien harus masuk ke dalam light box.
3)        Fototerapi dengan alat Monochromatic Excimer Light 308 nm (MEL 308 nm) merupakan bentuk fototerapi UVB yang paling mutakhir dengan menggunakan sinar laser narrowband UVB dengan panjang gelombang 308 nm. Dibandingkan dengan narrowband UVB, MEL 308 nm lebih cepat dan lebih efektif dalam mengobati psoriasis yang resisten.
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Psoriasis
A.    Pengkajian
1.    Pola Persepsi Kesehatan
a.       Adanya riwayat infeksi sebelumya.
b.      Pengobatan sebelumnya tidak berhasil.
c.       Riwayat mengonsumsi obat-obatan tertentu, mis., vitamin; jamu.
d.      Adakah konsultasi rutin ke Dokter.
e.       Hygiene personal yang kurang.
f.       Lingkungan yang kurang sehat, tinggal berdesak-desakan.
2.    Pola Nutrisi Metabolik
a.         Pola makan sehari-hari: jumlah makanan, waktu makan, berapa kali sehari makan.
b.         Kebiasaan mengonsumsi makanan tertentu: berminyak, pedas.
c.         Jenis makanan yang disukai.
d.        Napsu makan menurun.
e.         Muntah-muntah.
f.          Penurunan berat badan.
g.         Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, benjolan.
h.         Perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar atau perih
3.    Pola Eliminasi
a.       Sering berkeringat.
b.      Tanyakan pola berkemih dan bowel.
4.    Pola Aktivitas dan Latihan
a.       Pemenuhan sehari-hari terganggu.
b.      Kelemahan umum, malaise.
c.       Toleransi terhadap aktivitas rendah.
d.      Mudah berkeringat saat melakukan aktivitas ringan.
e.       Perubahan pola napas saat melakukan aktivitas.
5.    Pola Tidur dan Istirahat
a.       Kesulitan tidur pada malam hari karena stres.
b.      Mimpi buruk.
6.    Pola Persepsi dan Konsep Diri
a.       Perasaan tidak percaya diri atau minder.
b.      Perasaan terisolasi.
7.    Pola Reproduksi Seksualitas
a.       Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan.
b.      Penggunaan obat KB mempengaruhi hormon.
8.    Pola Mekanisme Koping dan Toleransi Terhadap Stress
a.       Emosi tidak stabil
b.      Ansietas, takut akan penyakitnya
c.       Disorientasi, gelisah
9.    Pola Sistem Kepercayaan
a.       Perubahan dalam diri klien dalam melakukan ibadah
b.      Agama yang dianut
10.    Pola Persepsi Kognitif
a.    Perubahan dalam konsentrasi dan daya ingat.
b.    Pengetahuan akan penyakitnya.
11.    Pola Hubungan dengan Sesama
a.     Hidup sendiri atau berkeluarga
b.    Frekuensi interaksi berkurang
c.     Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
B.     Analisa Data
Data-data
Etiologi
Masalah
Ds:-
Do: Turgor kulit buruk, kering, bersisik, pecah-pecah, perubahan warna kulit, terdapat bercak-bercak, gatal-gatal, rasa terbakar, kurangya personal hygiene, lingkungan tidak sehat, mengkonsumsi makanan berminyak dan pedas.
Iritasi zat kimia, faktor mekanik, faktor nutrisi.
Gangguan integritas kulit
Ds:-
Do: kulit kering, bersisik, pecah-pecah,terdapat bercak-bercak, minder, tidak percaya diri, perasaan terisolasi, interaksi berkurang.
Biofisik, penyakit, dan perseptual.
Gangguan body image
Ds:-
Do: klien tampak gelisah, takut akan penyakitnya, ragu,  gangguan pola tidur, sering berkeringat, anoreksia, mual, perubahan pola berkemih.
Perubahan status kesehatan
Ansietas
Ds:-
Do: ansietas, klien tampak gelisah, gangguan pola tidur, klien takut akan penyakitnya, gatal-gatal, kulit terasa terbakar atau perih.
Gejala terkait penyakit
Gangguan rasa nyaman
C.    Diagnosa Keperawatan
1)        Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan adanya gatal, rasa terbakar pada kulit, ansietas, klien tampak gelisah, dan gangguan pola tidur.
2)        Gangguan  integritas kulit berhubungan dengan iritasi zat kimia, faktor mekanik, faktor nutrisiditandai dengan kerusakan jaringan kulit (kulit bersisik, turgor kulit buruk, pecah-pecah, bercak-bercak, gatal).
3)        Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, penyakit, dan perseptual ditandai dengan tidak percaya diri, minder, perasaan terisolasi, interaksi berkurang.
4)        Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien gelisah, ketakutan, gangguan tidur, sering berkeringat.
D.    Rencana Asuhan Keperawatan
No
Diagnosa
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala terkait penyakit ditandai dengan adanya gatal, rasa terbakar pada kulit, ansietas, klien tampak gelisah, dan gangguan pola tidur
Setelah dilakukan tindakan selama 1x24 jam klien dapat mempertahankan tingkat kenyamanan selama perawatan dengan kriteria hasil:
- klien tampak tenang
- gangguan tidur hilang
- klien menerima akan penyakitnya
- gatal dan perih hilang
1.   Kaji penyebab gangguan rasa nyaman
2.   Kendalikan faktor- faktor iritan.
3.   Pertahankan lingkungan yang dingin atau sejuk.
4.   Gunakan sabun ringan atau sabun khusus untuk kulit sensitif.
5.   Kolaborasi dalam pemberian terapi topical seperti yang diresepkan dokter.

1.      Sebagai dasar dalam menyusun rencana intervensi keperawatan
2.      Rasa gatal dapat diperburuk oleh panas, kimia dan fisik.
3.      Kesejukan mengurangi gatal.
4.      Upaya ini mencakup tidak adanya larutan detergen, zat pewarna atau bahan pengeras.
5.      Tindakan ini membantu meredakan gejala
2.
Gangguan  integritas kulit berhubungan dengan iritasi zat kimia, faktor mekanik, faktor nutrisiditandai dengan kerusakan jaringan kulit (kulit bersisik, turgor kulit buruk, pecah-pecah, bercak-bercak, gatal).
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan Kerusakan integritas kulit dapat teratasi, dengan kriteria hasil:
- turgor kulit baik
- gatal hilang
- kulit tidak bersisik
- bercak-bercak hilang
1.     Kaji atau catat ukuran, warna, keadaan luka / kondisi sekitar luka.
2.     Lakukan kompres basah dan sejuk atau terapi rendaman.
3.     Lakukan perawatan luka dan hygiene sesudah itu keringkan kulit dengan hati-hati dan taburi bedak yang tidak iritatif.
4.     Berikan prioritas untuk meningkatkan kenyamanan dan kehangatan pasien
5.     Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat-obatan
1.    Memberikan informasi dasar tentang penanganan kulit
2.    Merupakan tindakan protektif yang dapat mengurangi nyeri.
3.    Memungkinkan pasien lebih bebas bergerak dan meningkatkan kenyamanan.
4.    Mempercepat proses rehabilitasi pasien
5.    Untuk mempercepat penyembuhan.
3.
Gangguan citra tubuh berhubungan dengan biofisik, penyakit, dan perseptual ditandai dengan tidak percaya diri, minder, perasaan terisolasi, interaksi berkurang
Setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1X24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan body image. Dengan kriteria hasil:
- Menyatakan penerimaan situasi diri.
- Bicara dengan keluarga/orang terdekat tentang situasi, perubahan yang terjadi.
1.    Berikan kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan tentang perubahan citra tubuh.
2.    Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien.
3.    Bantu klien dalam mengembangkan kemampuan untuk menilai diri dan mengenali serta mengatasi masalah.
4.    Mendukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri, mendorong sosialisasi dengan orang lain dan membantu klien ke arah penerimaan diri.
1.    Klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami dalam proses peningkatan kepercayaan diri.
2.    Memberikan kesempatan kepada perawat untuk menetralkan kecemasan dan memulihkan realitas situasi.
3.    Kesan seseorang terhadap dirinya sangat berpengaruh dalam pengembalian kepercayaan diri.
4.    Pendekatan dan saran yang positif dapat membantu menguatkan usaha dan kepercayaan yang dilaku
4.
Ansietas yang berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan klien gelisah, ketakutan, gangguan tidur, sering berkeringat.
Setelah dilakukan intervensi selama 3x24 jam, diharapkan Ansietas dapat diminimalkan sampai dengan diatasi, dengan kriteria hasil :
- klien tampak tenang
-klien menerima tentang penyakitnya
- gangguan tidur hilang
- pola berkemih normal
1.    Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebab bila mungkin
2.    Ka kaji ulang keadaan umum pasien dan TTV
3.    Berikan waktu pasien untuk mengungkapkan masalahnya dan dorongan ekspresi yang bebas, misalnya rasa marah, takut, ragu
4.    Jelaskan semua prosedur dan pengobatan
5.    Diskusikan perilaku koping alternatif dan tehnik pemecahan masalah
1.    Identifikasi masalah spesifik akan meningkatkan kemampuan individu untuk menghadapinya dengan lebih realistis.
2.    Sebagai indikator awal dalam menentukan intervensi berikutnya
3.    Agar pasien merasa diterima
4.    Ke tidaktahuan dan kurangnya pemahaman dapat menyebabkan timbulnya ansietas
5.    Mengurangi kecemasan pasien
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Psoriasi adalah suatu penyakit peradangan kronis pada kulit dimana penderitanya mengalami proses pergantian kulit yang terlalu cepat. Penyakit ini secara klinis sifatnya tidak mengancam jiwa dan tidak menular tetapi karena timbulnya dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menurunkan kualitas hidup seseorang bila tidak dirawat dengan baik. (Effendy, 2005)
Penyebab psoriasis sampai saat ini belum diketahui.Diduga penyakit ini diwariskan secara poligenik.
Penderita biasanya mengeluh adanya gatal ringan pada tempat-tempat predileksi, yakni pada kulit kepala, perbatasan daerah tersebut dengan muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku serta lutut, dan daerah lumbosakral.
Kelainan kulit terdiri atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya. Eritema berbatas tegas dan merata. Skuama berlapis-lapis, kasar, dan berwarna putih seperti mika, serta transparan.
Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada goresan, seperti lilin digores. Pada fenomena Auspitz serum atau darah berbintik-bintik yang disebabkan karena papilomatosis. Trauma pada kulit , misalnya garukan , dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis dan disebut kobner. Psoriasis juga dapat menyebabkan kelainan kuku yang agak khas yang disebut pitting nail atau nail pit berupa lekukan-lekukan miliar.


3.2. Saran
Kepada mahasiswa (khususnya mahasiswa perawat) atau pembaca disarankan agar dapat mengambil pelajaran dari makalah ini sehingga apabila terdapat tanda dan gejala penyakit psoriasis dalam masyarakat maka kita dapat melakukan tindakan yang tepat agar penyakit tersebut tidak berlanjut ke arah yang lebih buruk. Makalah ini juga dapat dijadikan referensi awal untuk bahan belajar dan tugas.
DAFTAR PUSTAKA
Ajunadi, Purnawan dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius: Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall. 1998. Diagnosa Keperawatan. EGC: Jakarta.
Djuanda, Adhi. 1993. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran UI: Jakarta.
Djuanda, A. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin ed.5. Penerbit FK UI. Jakarta
Doengoes, E, Marilynn. (2000). “Rencana Asuhan Keperawatan”, Edisi 3, EGC: Jakarta
Herdman, T. heather, 2012, Diagnosis Keperawtan : Definisi dan Klasifikasi 2012-2014/ editor T.Heather Herdman; alih bahasa, Made Sumarwati, dan Nike Budi Subekti. EGC. Jakarta
Price, Wilson. (1995). “Patofisiologi”, Edisi 4, EGC: Jakarta.
Smeltzer, Suzanne. (2002). “Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah”, Edisi 8, Volume 3, EGC: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar